Subscribe RSS

"dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dg merendahkan diri dan rasa takut (pada siksaannya),serta tidak mengeraskan suara, dipagi dan sore hari. dan janganlah kamu termasuk orang orang yg lalai".( Al A'rof, 7:205)

Category: | 0 Comments

Definisi
Pada penderita Bell’s palsy, terjadi unilateral facial paralysis yaitu kelumpuhan otot wajah yang terjadi hanya pada satu sisi saja. Kejadian ini dapat terjadi secara dramatis namun bersifat self-limiting, (bisa sembuh dengan sendirinya), dan hanya sementara.
Penyebab
Ada beberapa hal yang diketahui dapat memicu terjadinya Bell’s palsy, meski hal ini hanya dapat dipastikan hanya pada ¼ kasus. Kejadian atau fenomena yang diduga menjadi pemicu terjadinya Bell’s Palsy adalah
• Otitis media akut
• Perubahan tekanan atmosfir yang tiba-tiba (misalnya saat menyelam atau terbang)
• Terpapar dengan suhu dingin yang ekstrim
• Infeksi lokal dan sistemik (dapat disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur)
• Multiple sclerosis
• Iskhemia pada syaraf di dekat foramen stylomastoid.
Penyebab yang pasti dari kejadian ini belum diketahui, namun bisa terjadi akibat reaktivasi herpes simpleks atau herpes zoster pada ganglion genikulata, edema atau iskhemia syaraf, dan kerusakan syaraf akibat autoimun.
Gejala dan Tanda
Orang pada semua kelompok umur dapat terkena Bell’s palsy, namun yang paling sering terkena adalah usia paruh baya. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Pada anak-anak, kejadian ini biasanya dikaitkan dengan infeksi virus, penyakit Lyme, atau sakit telinga.
Ada banyak variasi dalam keparahan gejala dan tanda. Cirri khasnya adalah kehilangan kendali otot secara tiba-tiba pada satu sisi wajah, dan memberikan tampilan wajah yang kaku. Penderita sulit untuk tersenyum, menutup mata, mengedip, atau menaikkan alis.
Beberapa pasien (terutama yang menderita multiple sclerosis) mengalami rasa sakit sebelum terjadinya paralysis (kelumpuhan). Bila gejala utamanya adalah vertigo atau tinnitus (telinga berdengung), maka dapat dicurigai adanya infeksi herpes zoster pada telinga dan dengan demikian diagnosisnya bukan lagi Bell’s palsy melainkan sindrom Ramsay Hunt.
Ujung mulut biasanya tertarik ke bawah dan menyebabkan air liur mudah menetes. Bicara menjadi tidak jelas, dan penderita mungkin mengalami perubahan fungsi mengecap. Karena kelopak mata tidak dapat ditutup, dapat terjadi kekeringan ataupun ulserasi pada konjungtiva.
Tata laksana
Tidak ada perawatan yang disetujui secara universal untuk Bell’s Palsy. Histamine dan obat vasodilator lain dapat mengurangi durasi, demikian juga kortikosteroid sistemik. Antibiotik okular dan air mata buatan dapat dibutuhkan untuk mencegah ulserasi kornea.
Gejala biasanya mulai berkurang secara perlahan dan spontan dalam 1 hingga 2 bulan setelah gejala awal, namun pada beberapa kasus yang lebih berat (mungkin terjadi pada orang lansia) dapat terjadi pada periode waktu yang lebih panjang. Secara keseluruhan, kira-kira 82 % pasien sudah sembuh sempurna dalam waktu 6 bulan

Sumber : klikdokter.com

Category: | 0 Comments

Salah seorang teman sejawat dokter menceritakan pengalamannya sewaktu mengerjakan sholat siang hari di rumahnya. Pada mulanya sholat berjalan adem ayem aman sentosa. Sampai akhirnya ada seekor ayam menerobos kamarnya dan bertengger di dekat makan siangnya yang rencananya mau disantap selepas sholat. Sholat yang tadinya dirasakan penuh hikmat kebijaksanaan, mulai berubah menjadi degup kekhawatiran.
Terjadi dilema ala buah simalakama. Pilihan antara mbatalin sholat buat ngusir ayam, atau sholat tetep diteruskan dengan resiko makan siangnya diembat dan dithotholi sang pithik. Akhirnya terbersit ide cemerlang melintas di benaknya. Jian, ngawur tenan.. sholat kok nyari ide. Apa itu idenya?
Saat rukuk, bacaan takbir biasa-biasa saja. Namun saat bangkit dari rukuk, bacaannya dibaca dengan kenceng dan sedikit membentak…. “Sssshhaaa…. mi’allohu liman hamidah..!!” Tak lupa kedua tangannya diangkat ke atas dengan lambaian tangan ala sabetannya Ki Dalang Oye Mantebh Sudarsono. Kontan saja si ayam kaget dan terbirit-birit lari sambil pethok-pethok. Si ayam minggat, dan teman sejawat tadi tetap bisa sholat. Tapi apakah khusyu’ ?? Embuh!! Yang jelas simbah jadi ngakak dengar cerita yang diragukan kebenarannya itu…
Lain lagi dengan rekan sejawat yang sekarang dines di Malang. Pemuja Gus Dur ini anak emasnya pak Kyai satu Pondok di Jawa Timur. Gaya sholatnya agak beda dari kebanyakan orang. Kalo lagi sholat cepetnya minta ampun. Tak hanya kilat, bahkan kilat khusus. Simbah suka nanya, “Kok cepet temen rek kon olehe solat..??”
Dia jawab singkat, “Halah, malaikate wis apal… ha wong podho wingi.. “ …Wooo.. njaluk dijantur lambene…
Memang kelihatannya banyak orang yang mulai melupakan kekhusyukan dalam sholat. Mau menjalani saja sudah syukur. Karena banyak juga yang gak mau menjalani dan meninggalkan sholat dengan alasan nyembah Allah itu banyak caranya, gak harus dengan sholat. Padahal yang ngomong itu muslim juga. Gak nyadar bahwa seorang yang menyembah Allah dengan cara yang dia karang sendiri itu sebenarnya dia sedang menyembah dirinya sendiri.
Imam Ghazali memberikan beberapa kiat agar sholat kita bisa khusyu’. Salah satunya adalah persiapan hati. Beberapa saat menjelang sholat, siapkan hati. Hadapkan hati pada Allah, dan kosongkan dari segala kesibukan yang melalaikan. Ini point paling penting. Coba simak lafadz adzan! Kalimat pertama adalah “ALLAHU AKBAR”. Artinya Allah Maha Besar. Maka saat itu, yang lain haruslah dianggap kecil. Segala sesuatu selain Allah adalah kecil, maka hanya Allah yang Maha Besar. Segala kesibukan apapun adalah kecil, yang Besar hanyalah Allah.
Dari sisi dzohir Imam Ghazali menyarankan agar saat sholat hendaknya dijauhkan dari pandangan yang mengganggu. Misalnya kain buat sholat, tempat sujud, baju, seyogyanya dihindarkan dari warna-warni gambar dan tulisan yang mengganggu. Ini susah. Lha sajadah mesjid saja diorek-orek dengan gambar yang macem-macem. Bahkan mesjidnya tak luput dari orek-orekan warna-warni dengan alasan seni. Belum lagi saat sholat jamaah, ada jamaah sholat yang memakai kaos bergambar dan bertulisan di punggungnya. Simbah pernah sholat di belakang mahasiswa yang pake kaos Dagadu, yang punggungnya ditulisi. Sialnya, isi tulisannya adalah kumpulan pisuhan Aseli Djogdja. Dari sejak “dengkulmu mlotrok” sampai “cangkemmu suwek” ada semua. Walah, sholat sinambi misuh-misuh ki…
Hal lain yang perlu dijaga adalah suara. Maka di saat ada orang sedang sholat, jangan mengangkat suara tinggi-tinggi. Mbikin bising, ribut-ribut atau gaduh. Herannya malah ada sebagian ibu-ibu ngrumpi di masjid di saat orang sedang sholat trus ditegur, malah njawab dengan kethus, “Eh situ kalo mau sholat ya sholat aja. Jangan dengerin kita-kita. Wong situnya yang gak khusyu kok kitanya disalahin!”
Dasar lambe sumur, asal nyobrot ya gitu itu. Simbah pernah usul, ibu-ibu model gitu dibledhosi mercon saja yang gedenya sak kempol. Jarak 5 meter lah. Begitu mbledos, lihat saja reaksi para simbok itu. Kalo protes tinggal bilang, “kalo mau ngrumpi ya ngrumpi aja. Jangan dengerin merconnya.. ntar malah kaget lho!!” Tapi usul simbah itu dianggep ekstrim plus berbau terorisme… Makanya gak pernah dijalani.
Kiat yang lain adalah memahami makna dari bacaan doa dan surat-surat yang dibaca. Ini membutuhkan pembelajaran. Agar diri kita tidak umak-umik, jopa-japu, hewes-hewes tapi gak paham maksudnya. Makanya yang namanya belajar itu seumur idup. Dikasih umur sewidak rolas, tapi al patekah gak mudeng maknane. Wah, muspro umure… gek wingi-wingi dho ngopo?? Kecuali memang baru mertobat dari mbegajul. Allah Maha Pemaap.
Yang jelas sholat khusyu itu perlu latihan terus. Bahkan latihan seumur hidup. Sambil terus berdoa, semoga diberi kekhusyu’an oleh Allah. Karena yang menguasai hati kita adalah Allah. Yang mbolak-mbalik hati kita juga Allah.

sumber : mbah dipo/ pitutur.net

Category: | 0 Comments

Hujan merupakan nikmat Allah. Dengan hujan Allah menurunkan banyak nikmat ke muka bumi. Dengan hujan Allah menghidupkan bumi yang gersang. Meskipun dengan hujan juga Allah dapat mengirimkan adzab, sebagaimana yang menimpa umat Nabi Nuh as.
Sehingga tidaklah mengherankan, manakala mendung datang, Rasulullah saw tampak cemas dan khawatir. Kecemasan dan kekhawatiran beliau sirna dan berubah menjadi kegembiraan manakala hujan benar-benar turun. Saat mendung datang, beliau khawatir jangan-jangan yang turun nantinya adalah adzab dari Allah. Begitu turun hujan, maka yakinlah beliau bahwa ternyata rahmat dan berkah Allah lah yang turun.
Saat hujan turun, ada beberapa amalan ibadah yang khas dikerjakan oleh Rasulullah saw. Dan kekhasan amalan ini hanya saat hujan turun saja. Sedangkan di saat biasa, dimana tidak turun hujan, amalan khusus ini tidaklah dikerjakan. Apa sajakah amalan tersebut? Sudahkah kita mengetahui dan mengamalkannya?
Amalan Khusus Saat Hujan Turun
1. Dari Abdullah ibn Haris ra berkata : Ibnu Abbas berkata kepada muadzinnya pada suatu hari turun hujan : “Apabila engkau telah membacakan Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, janganlah engkau membacakan Hayya alash sholah. Bacalah Sholluu fii buyuutikum.” Para hadirin menyanggah yang demikian itu. Maka Ibnu Abbas berkata : “Apa yang aku suruhkan, telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dari aku (yakni Nabi saw). Ketahuilah bahwasannya shalat Jum’at adalah kewajiban yang ditekankan benar. Aku tidak suka menyempitkan kamu atau memaksa-kan kamu berjalan ke tempat shalat di dalam lumpur.” (Hadits shahih riwayat Al Bukhari).
2. Dari Nafi’ Maula Ibnu Umar ia berkata : Bahwasannya Ibnu Umar membacakan adzan di Dajnan, suatu tempat di antara Makkah dan Madinah. Maka beliau membacakan : Sholluu fir Rihal. Kemudian Ibnu Umar ra berkata : “Adalah Nabi saw memerintahkan muadzinnya di saat malam yang dingin, atau hujan atau yang berangin kencang untuk mengucapkan : Sholluu fir rihal.” (Hadits riwayat Abu Daud, An Nasai dan Al Baihaqi).
3. Dari Abdullah ibn Haris ra berka-ta, pada saat turun hujan Ibnu Abbas menjadi khatib. Pada saat muadzin sampai (hendak membaca) Hayya alash sholah, beliau menyuruh supaya mengucapkan seruan Ash sholatu fir rihal. Maka kami saling memandang kepada sesama kami. Maka berkatalah Ibnu Abbas : “Seakan-akan kalian mengingkari hal ini. Ketahuilah, sungguh telah mengamalkan hal ini orang yang lebih baik dari aku (yakni Nabi saw), padahal sesungguhnya Jum’at itu suatu amalan yang ditekankan.” (Hadits shahih riwayat Al Bukhari)
Perkataan Para Ulama
1. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Muhibbut Thabari berkata : “Di musim dingin atau hujan, di dalam adzan tidak dibacakan hayya ‘alash sholah, hayya ‘alal falah. Melainkan diganti dengan Ala shollu fir rihal.”
2. Imam As Sindi berkata : “Dari hadits-hadits ini dapat dimengerti bahwa para muadzin Jum’at yang membacakan adzan di kala hujan turun, tidak menyempurnakan adzannya. Yakni mengganti hayya ‘alash sholah, hayya ‘alal falah dengan asholatu fir rihal.”
Praktek Pengamalan
Dari hadits-hadits di atas dapat disimpulkan, bahwa manakala hujan turun, ataupun hawa dingin maupun berangin kencang, maka lafadz adzan diucapkan tidak seperti biasanya. Yakni perkataan hayya ‘alash sholah, hayya ‘alal falah diganti dengan lafadz Ash sholatu fir rihal atau bisa juga shollu fir rihal (yang artinya sholatlah di tempat kalian), atau Sholluu fii buyuutikum (sholatlah di rumah-rumah kalian).
Amalan sunnah ini hampir tidak dikenal lagi. Jangankan di zaman sekarang, di zaman shahabat Ibnu Abbas saja (yakni zaman Tabiin) sunnah ini hampir tidak dikenal lagi. Ini jelas terlihat di dalam hadits di atas, dimana saat Ibnu Abbas meminta mengganti lafadz hayya ‘alash sholah, hayya ‘alal falah, banyak yang mengingkarinya. Pada-hal kita tahu, zaman itu masih dekat dengan zamannya Nabi saw.
Maka tidaklah mengherankan, semakin jauh dari zaman Nabi, banyak sunnah yang semakin dilupakan orang. Seandainya ada sebagian dari umat Islam yang mengamalkan warisan amal sunnah ini, maka hampir bisa dipastikan akan bermunculan penolakan, protes dan tanda tanya besar dari umat Islam di sekitarnya. Bahkan cap aliran aneh, nyleneh, dan lebih jauh lagi cap aliran sesat akan dialamatkan kepada mereka yang mau menghidupkan sunnah ini. Kalau tidak percaya, silakan mencoba.
Sunnah yang lain
Sunnah yang lain yang juga diamalkan Rasulullah saw manakala turun hujan adalah sholat jamak. Sholat jamak saat turun hujan ini lazim disebut sebagai jamak mathor, yakni sholat jamak yang dikerjakan dikarenakan turun hujan.
Diriwayatkan dari Ibu Abbas, bahwa Nabi saw mengerjakan sholat jamak Dhuhur dan Ashar, serta Maghrib dan Isya’ (dijamak), bukan karena takut maupun karena safar (perjalanan). Berkata Malik (sang rawi): diberitahukan padaku bahwa yang demikian itu saat turun hujan. (Hadits riwayat Abu Dawud).
Di dalam kitab Aunul Ma’bud syarah Sunan Abu Dawud dijelaskan bahwa sholat jama’ mathor saat hadhor (bukan saat safar/perjalanan) dikerjakan oleh sebagian besar ulama salaf sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Umar, juga diamalkan oleh Urwah, Ibnu Musayyab, Umar bin Abdul Aziz, Abu Bakar bin Abdurrahman, Abu Salamah dan sekalian fuqaha (ahli Fikih) Madinah. Dan demikian juga, sholat jamak mathor ini menjadi qaul (pendapat) Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hambal.
Sholat jamak mathor merupakan rukhshoh yang dikerjakan oleh Rasulullah saw. Maka apabila kita ambil rukhshoh tersebut, hal ini akan membuat ridha Allah swt.
Namun sebagaimana sunnah-sunnah yang lain, sholat jamak mathor inipun sudah jarang yang mau mengamalkan. Jangankan mengamalkan, mengetahuinya saja barang-kali hanya sedikit orang.
Namun dengan sedikitnya umat Islam yang mengamalkan suatu sunnah, bukan berarti sunnah itu tidak ada. Harus ada segolongan umat ini yang mau menghidupkan sunnah-sunnah yang langka dan jarang diamalkan umat. Resiko yang harus ditempuh memang berat. Perlawanan datang bukan dari orang kafir, akan tetapi justru akan datang perlawanan dari umat Islam sendiri yang tidak mau belajar dan merasa sudah tahu semuanya tentang Islam.
Memang yang menyebabkan umat semakin jauh dari sunnah adalah ketidakmauan mereka untuk membuka lagi kitab-kitab hadits dan mempelajarinya dengan benar. Amalan yang saat dikerjakan semata-mata hanya meneruskan kebiasaan yang sudah berlaku, tanpa mau menelusuri sumbernya langsung. Sehingga kebiasaan ini menjadi Sunnah dan bahkan wajib, namun justru yang sunnah dan wajib menjadi tergusur.
Hal ini bukan berarti bahwa apa yang sudah diamalkan oleh umat saat ini semuanya hanya kebiasaan atau tradisi, namun seyogyanya apa yang sudah biasa diamalkan ini ditelaah lagi dan dipelajari sumber hukumnya. Dengan demikian umat terbiasa untuk mengamalkan sesuatu dengan dasar ilmu yang jelas. Bukan hanya ikut-ikutan, ataupun sekadar mengikut apa omongan kiyainya ataupun ucapan sesepuhnya

sumber : mbah dipo / pitutur.net

Category: | 0 Comments

Hujan merupakan nikmat Allah. Dengan hujan Allah menurunkan banyak nikmat ke muka bumi. Dengan hujan Allah menghidupkan bumi yang gersang. Meskipun dengan hujan juga Allah dapat mengirimkan adzab, sebagaimana yang menimpa umat Nabi Nuh as.
Sehingga tidaklah mengherankan, manakala mendung datang, Rasulullah saw tampak cemas dan khawatir. Kecemasan dan kekhawatiran beliau sirna dan berubah menjadi kegembiraan manakala hujan benar-benar turun. Saat mendung datang, beliau khawatir jangan-jangan yang turun nantinya adalah adzab dari Allah. Begitu turun hujan, maka yakinlah beliau bahwa ternyata rahmat dan berkah Allah lah yang turun.
Saat hujan turun, ada beberapa amalan ibadah yang khas dikerjakan oleh Rasulullah saw. Dan kekhasan amalan ini hanya saat hujan turun saja. Sedangkan di saat biasa, dimana tidak turun hujan, amalan khusus ini tidaklah dikerjakan. Apa sajakah amalan tersebut? Sudahkah kita mengetahui dan mengamalkannya?
Amalan Khusus Saat Hujan Turun
1. Dari Abdullah ibn Haris ra berkata : Ibnu Abbas berkata kepada muadzinnya pada suatu hari turun hujan : “Apabila engkau telah membacakan Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, janganlah engkau membacakan Hayya alash sholah. Bacalah Sholluu fii buyuutikum.” Para hadirin menyanggah yang demikian itu. Maka Ibnu Abbas berkata : “Apa yang aku suruhkan, telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dari aku (yakni Nabi saw). Ketahuilah bahwasannya shalat Jum’at adalah kewajiban yang ditekankan benar. Aku tidak suka menyempitkan kamu atau memaksa-kan kamu berjalan ke tempat shalat di dalam lumpur.” (Hadits shahih riwayat Al Bukhari).
2. Dari Nafi’ Maula Ibnu Umar ia berkata : Bahwasannya Ibnu Umar membacakan adzan di Dajnan, suatu tempat di antara Makkah dan Madinah. Maka beliau membacakan : Sholluu fir Rihal. Kemudian Ibnu Umar ra berkata : “Adalah Nabi saw memerintahkan muadzinnya di saat malam yang dingin, atau hujan atau yang berangin kencang untuk mengucapkan : Sholluu fir rihal.” (Hadits riwayat Abu Daud, An Nasai dan Al Baihaqi).
3. Dari Abdullah ibn Haris ra berka-ta, pada saat turun hujan Ibnu Abbas menjadi khatib. Pada saat muadzin sampai (hendak membaca) Hayya alash sholah, beliau menyuruh supaya mengucapkan seruan Ash sholatu fir rihal. Maka kami saling memandang kepada sesama kami. Maka berkatalah Ibnu Abbas : “Seakan-akan kalian mengingkari hal ini. Ketahuilah, sungguh telah mengamalkan hal ini orang yang lebih baik dari aku (yakni Nabi saw), padahal sesungguhnya Jum’at itu suatu amalan yang ditekankan.” (Hadits shahih riwayat Al Bukhari)
Perkataan Para Ulama
1. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Muhibbut Thabari berkata : “Di musim dingin atau hujan, di dalam adzan tidak dibacakan hayya ‘alash sholah, hayya ‘alal falah. Melainkan diganti dengan Ala shollu fir rihal.”
2. Imam As Sindi berkata : “Dari hadits-hadits ini dapat dimengerti bahwa para muadzin Jum’at yang membacakan adzan di kala hujan turun, tidak menyempurnakan adzannya. Yakni mengganti hayya ‘alash sholah, hayya ‘alal falah dengan asholatu fir rihal.”
Praktek Pengamalan
Dari hadits-hadits di atas dapat disimpulkan, bahwa manakala hujan turun, ataupun hawa dingin maupun berangin kencang, maka lafadz adzan diucapkan tidak seperti biasanya. Yakni perkataan hayya ‘alash sholah, hayya ‘alal falah diganti dengan lafadz Ash sholatu fir rihal atau bisa juga shollu fir rihal (yang artinya sholatlah di tempat kalian), atau Sholluu fii buyuutikum (sholatlah di rumah-rumah kalian).
Amalan sunnah ini hampir tidak dikenal lagi. Jangankan di zaman sekarang, di zaman shahabat Ibnu Abbas saja (yakni zaman Tabiin) sunnah ini hampir tidak dikenal lagi. Ini jelas terlihat di dalam hadits di atas, dimana saat Ibnu Abbas meminta mengganti lafadz hayya ‘alash sholah, hayya ‘alal falah, banyak yang mengingkarinya. Pada-hal kita tahu, zaman itu masih dekat dengan zamannya Nabi saw.
Maka tidaklah mengherankan, semakin jauh dari zaman Nabi, banyak sunnah yang semakin dilupakan orang. Seandainya ada sebagian dari umat Islam yang mengamalkan warisan amal sunnah ini, maka hampir bisa dipastikan akan bermunculan penolakan, protes dan tanda tanya besar dari umat Islam di sekitarnya. Bahkan cap aliran aneh, nyleneh, dan lebih jauh lagi cap aliran sesat akan dialamatkan kepada mereka yang mau menghidupkan sunnah ini. Kalau tidak percaya, silakan mencoba.
Sunnah yang lain
Sunnah yang lain yang juga diamalkan Rasulullah saw manakala turun hujan adalah sholat jamak. Sholat jamak saat turun hujan ini lazim disebut sebagai jamak mathor, yakni sholat jamak yang dikerjakan dikarenakan turun hujan.
Diriwayatkan dari Ibu Abbas, bahwa Nabi saw mengerjakan sholat jamak Dhuhur dan Ashar, serta Maghrib dan Isya’ (dijamak), bukan karena takut maupun karena safar (perjalanan). Berkata Malik (sang rawi): diberitahukan padaku bahwa yang demikian itu saat turun hujan. (Hadits riwayat Abu Dawud).
Di dalam kitab Aunul Ma’bud syarah Sunan Abu Dawud dijelaskan bahwa sholat jama’ mathor saat hadhor (bukan saat safar/perjalanan) dikerjakan oleh sebagian besar ulama salaf sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Umar, juga diamalkan oleh Urwah, Ibnu Musayyab, Umar bin Abdul Aziz, Abu Bakar bin Abdurrahman, Abu Salamah dan sekalian fuqaha (ahli Fikih) Madinah. Dan demikian juga, sholat jamak mathor ini menjadi qaul (pendapat) Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hambal.
Sholat jamak mathor merupakan rukhshoh yang dikerjakan oleh Rasulullah saw. Maka apabila kita ambil rukhshoh tersebut, hal ini akan membuat ridha Allah swt.
Namun sebagaimana sunnah-sunnah yang lain, sholat jamak mathor inipun sudah jarang yang mau mengamalkan. Jangankan mengamalkan, mengetahuinya saja barang-kali hanya sedikit orang.
Namun dengan sedikitnya umat Islam yang mengamalkan suatu sunnah, bukan berarti sunnah itu tidak ada. Harus ada segolongan umat ini yang mau menghidupkan sunnah-sunnah yang langka dan jarang diamalkan umat. Resiko yang harus ditempuh memang berat. Perlawanan datang bukan dari orang kafir, akan tetapi justru akan datang perlawanan dari umat Islam sendiri yang tidak mau belajar dan merasa sudah tahu semuanya tentang Islam.
Memang yang menyebabkan umat semakin jauh dari sunnah adalah ketidakmauan mereka untuk membuka lagi kitab-kitab hadits dan mempelajarinya dengan benar. Amalan yang saat dikerjakan semata-mata hanya meneruskan kebiasaan yang sudah berlaku, tanpa mau menelusuri sumbernya langsung. Sehingga kebiasaan ini menjadi Sunnah dan bahkan wajib, namun justru yang sunnah dan wajib menjadi tergusur.
Hal ini bukan berarti bahwa apa yang sudah diamalkan oleh umat saat ini semuanya hanya kebiasaan atau tradisi, namun seyogyanya apa yang sudah biasa diamalkan ini ditelaah lagi dan dipelajari sumber hukumnya. Dengan demikian umat terbiasa untuk mengamalkan sesuatu dengan dasar ilmu yang jelas. Bukan hanya ikut-ikutan, ataupun sekadar mengikut apa omongan kiyainya ataupun ucapan sesepuhnya

sumber : mbah dipo / pitutur.net

Category: | 0 Comments

Amalan sunnah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw, jika lama tidak diamalkan oleh umat, maka suatu saat umat tidak lagi kenal dengan sunnah tersebut. Bahkan apabila ada sebagian umat yang mengamalkan lagi Sunnah-sunnah yang lama ditinggalkan tersebut, maka pastilah muncul tuduhan-tuduhan yang miring terhadap pengamal sunnah tersebut. Akan muncul cap dan tudingan sebagai pelaku aliran aneh, sempalan ataupun tudingan aliran sesat. Padahal yang diamalkan tersebut sebenarnya merupakan amalan sunnah, namun telah dilupakan umat dan ditinggalkan.
Hal ini telah diisyaratkan oleh Rasulullah saw, bahwa agama ini datang dengan asing, dan nantinya akan dianggap asing lagi sebagaimana awal datangnya. Hanya saja Rasulullah saw memberitahukan kepada kita, bahwa sungguh beruntunglah mereka yang mau menghidupkan amalan sunnah yang telah asing di kalangan umat tersebut. Adakah kita termasuk orang asing yang dianggap beruntung oleh Nabi saw? Marilah kita lihat.
Kita awali dengan amalan yang setiap harinya diamalkan oleh umat Islam. Dalam hal ini adalah adzan Shubuh. Bagaimanakah adzan shubuh ini diamalkan oleh para Shahabat r.anhum atas petunjuk Rasulullah saw?
Sabda Rasulullah saw
Pertama : Dari Umar dan A’isyah ra berkata : Rasulullah saw bersabda: “Bahwasanya Bilal beradzan di malam hari (sebelum masuk waktu Shubuh). Karena itu makanlah dan minumlah sehingga Ibnu Ummi Mak-tum membaca Adzannya. Ibnu Ummi Maktum adalah orang buta, yang beradzan Shubuh di kala orang mengatakan kepadanya :”Telah pagi, telah pagi.” (Hadits Shahih Riwayat Al Bukhari, Muslim dan Ahmad).
Kedua : Dari Ibnu Mas’ud ra me-nerangkan: Bahwasanya Rasulullah saw bersabda : “Janganlah adzan Bilal menghalangi kamu makan sahur. Ia membacakan adzan masih malam hari (sebelum masuk Shubuh) untuk memberi peringatan kepada orang yang shalat malam dan untuk membangunkan orang yang masih tidur.” (Hadits shahih Riwayat Al Jamaah selain At Tirmidzi)
Pendapat & Perkataan Para Ulama
Imam Al Baihaqi berkata: “Seluruh ulama membenarkan adanya adzan Shubuh yang dikumandangkan sebelum terbit fajar.”
Imam Nawawi dalam Syarah Muslim berkata : “Para ulama menetapkan, bahwa Bilal ditugaskan membaca adzan sebelum fajar . Sesudah ia membacakan adzannya, duduklah ia menunggu fajar sambil berdzikir. Apabila terbit fajar, ia mengambil wudhu. Sesudah itu dia naik untuk membacakan adzan yang kedua di permulaan fajar (shubuh).
Ibnu Hazm di dalam syarah Al Muhalla berkata : “Tidak boleh dilakukan adzan sebelum waktu shalat, selain shalat Shubuh saja. Untuk Shubuh boleh diadzankan dua kali, yang pertama sebelum terbit fajar, yang kedua setelah terbit fajar. Adzan yang kedua tidak boleh ditinggalkan, tidak boleh dicukupi dengan adzan yang pertama saja. Karena adzan yang pertama untuk sahur, yang kedua untuk shalat.”
Dalam Al Majmu Imam Nawawi berkata : “Semua pengikut Syafi’i berpendapat, bahwa menurut sunnah adzan Shubuh dua kali, sekali sebelum fajar dan sekali sesudahnya. Dan amat utama dilakukan oleh dua muadzin. Seorang untuk sebelum shubuh dan seorang sesudah fajar.”
Dinukilkan oleh Ibnu Jarir bahwa para ulama telah berijma menetapkan adzan sebelum waktu tidaklah sah. Hendaklah adzan itu dilakukan apabila telah masuk waktu, kecuali untuk shalat shubuh. Untuknya sah dilakukan adzan sebelum waktunya. Demikianlah pendapat Malik, Asy Syafi’i, Ahmad, Al Auzai, Abu Yusuf, Abu Tsaur, Ishaq dan Daud
Imam Malik, Asy Syafi’i, Ahmad, Al Auzai, Abu Yusuf, Abu Tsaur, Ishaq, Daud dan jumhur ulama menetapkan : Dua Adzan untuk shalat shubuh.

Praktek Adzan Shubuh
Sebenarnya dengan melihat dalil hadits dan keterangan dari para Imam Madzhab dan juga para ulama, cukuplah bisa dipahami bahwa memang adzan Shubuh dikerjakan dua kali. Bahkan inilah yang menjadi pendapat Imam Syafi’i, yang konon merupakan Imam Madzhab bagi mayoritas penduduk Muslim di Indonesia. Akan tetapi dapat kita lihat sendiri bagaimana pengamalan dari warisan Rasulullah saw ini. Berapa masjidkah di seantero Nusantara ini yang mau mengamalkan tuntunan Rasulullah ini. Bahkan setelah membaca dalil dan keterangan di atas, masih saja ada yang berkata dengan nada membantah, bahwa hal tersebut bid’ah dan tidak pernah dilakukan oleh sesepuh-sesepuh dan ulama-ulama mereka. Sehingga yang menjadi patokan amalan adalah para sesepuh dan ulama mereka, bukan-nya Rasulullah dan para sahabatnya.
Sebagiannya mengamalkan parsial saja. Yakni dengan mengumandangkan Ash sholatu khairun minan naum saat mendekati fajar. Padahal dengan jelas diterangkan di dalam hadits shahih tersebut, bahwa yang dibacakan Bilal di adzan pertama adalah benar-benar adzan, komplit dengan lafal-lafalnya. Mengapa bisa dikatakan demikian? Karena Rasulullah saw bersabda : “Janganlah adzan Bilal menghalangi kamu makan sahur…….” Hal ini mengi-syaratkan bahwa yang dibaca memang benar-benar adzan lengkap. Kalau hanya bacaan Ash sholatu khairun minan naum, maka Rasu-lullah saw tidak perlu mengingatkan tentang hal ini. Karena saat sahur itu berakhir saat dibacakan adzan, bukan dibacakan ash sholatu khairun minan naum.

Ada yang menolak dua adzan shubuh ini dengan berdalih bahwa di Mekkah saja adzannya cuma satu kali. Hal ini sudah jauh dari pedoman agama. Pegangan di dalam beramal di dalam diinul Islam ini adalah Al Qur’an dan Al Hadits, bukan Makkah ataupun Madinah ataupun negeri yang lain. Karena jika negerinya yang dijadikan patokan, apabila nantinya ketemu pedagang di Makkah atau Madinah yang curang di dalam timbangan atau takaran, apakah kita lantas mengikuti langkahnya saat kembali ke negeri kita, hanya karena kita berdalih bahwa di Mekkah dan Madinah orang curang di dalam me-nakar dan menimbang?

Dampak Lain
Apabila satu Sunnah ditinggalkan, maka akan terbuka jalan bagi ditinggalkannya sunnah yang lain. Kita lihat saja.
Dari Abu Mahzurah ra berkata : “Adalah aku membaca adzan fajar yang pertama : hayya ‘alal falah, ash sholatu khairun minan naum, ash sholatu khairun minan naum. Allahu akbar Allahu akbar, laa ilaaha illa Allah (Hadits Riwayat Nasai, kata Ibnu Hazm sanadnya shahih).
Dari Nafi’ Maula Ibnu Umar ra berkata: Ibnu Umar berkata: “hendaklah dibaca dalam adzan yang pertama dari Shubuh sesudah hayya alal falah : ash sholatu khairun minan naum dua kali”. (Hadits riwayat At Thabarani dan Al Baihaqi, kata Ibnu Hajar dalam At Talkhish : sanadnya hasan).
Dari Abu Sulaiman ia berkata: bahwa Abu Mahdzurah ra membacakan tatswib (ash sholatu khairun minan naum) dalam adzan yang pertama dari sholat shubuh dengan perintah Nabi saw (Hadits riwayat Al Baihaqi).
Kata Ash Shan’ani di dalam Subulus Salam: “Hadits Abu Mahdzurah menegaskan bahwa tatswib (ash sholatu khairun minan naum) diucap-kan dalam adzan shubuh yang pertama, bukan dalam adzan yang kedua dan bukan dalam kedua-duanya.”
Kata Ibnu Ruslan : “Hadits Abu Mahdzurah telah disahkan sanadnya oleh Ibnu Khuzaimah, karena itu kita dapat menetapkan bahwa tatswib itu dituntut dalam adzan pertama sholat Shubuh, karena adzan itu diucapkan untuk membangunkan orang-orang. Adzan yang kedua untuk memberita-hu masuk waktu shalat, serupa adzan shalat yang lain.”
Maka dapatlah kita lihat sekarang, dengan ditinggalkannya adzan shubuh yang pertama, maka ucapan tatswib (ash sholatu khairun minan naum) dikumandangkan saat adzan Shubuh yang kedua, yakni adzan saat sudah masuk waktu Shubuh.
Satu-satunya alasan yang seringkali dilontarkan bagi mereka yang melupakan sunnah ini adalah, bahwa hal ini merupakan masalah khilafiyah. Jadi silahkan saja bagi mereka yang mau menjalankan ataupun tidak menjalankannya. Padahal di dalam suatu amalan yang sudah jelas dalil dan hujjahnya, maka tidak pantas disebut sebagai khilafiyah. Janganlah keengganan kita mengamalkan sunnah Rasulullah saw ditutupi dengan dalih “khilafiyah”.
Adzan Shubuh merupakan amalan harian. Sunnahnya sudah banyak ditinggalkan. Lantas bagaimana pula jika amalan tersebut sifatnya mingguan atau bahkan bulanan maupun tahunan? Jika amalan sunnah ditinggalkan, maka akan ada celah kosong. Dan celah kosong ini pasti akan terisi dengan bid’ah. Bid’ah akan hilang jika sunnah diamalkan semua, sehingga umat tidak sempat lagi mengamalkan bid’ahnya, dikarenakan amalnya telah penuh sesak dengan yang sunnah. Tidak ada celah lagi….

sumber: mbah dipo/ pitutur.net

Category: | 1 Comment

"imajinasi adalah segalanya. Imajinasi adalah gambar pendahulu dari peristiwa hidup yang menjelang"
Albert Einstein (1879-1955)

Category: | 0 Comments

Ya ALLAH, berikan taqwa kepada jiwa-jiwa kami dan sucikan dia.
Engkaulah sebaik-baik yang, mensucikannya.
Engkau pencipta dan pelindungnya
Ya ALLAH, perbaiki hubungan antar kami
Rukunkan antar hati kami
Tunjuki kami jalan keselamatan
Selamatkan kami dari kegelapan kepada terang
Jadikan kumpulan kami jama'ah orang muda yang menghormati orang
tua
Dan jama'ah orang tua yang menyayangi orang muda
Jangan Engkau tanamkan di hati kami kesombongan dan kekasaran
terhadap sesama hamba beriman
Bersihkan hati kami dari benih-benih perpecahan, pengkhianatan dan
kedengkian
Ya ALLAH, wahai yang memudahkan segala yang sukar

Wahai yang menyambung segala yang patah
Wahai yang menemani semua yang tersendiri
Wahai pengaman segala yang takut
Wahai penguat segala yang lemah
Mudah bagimu memudahkan segala yang susah
Wahai yang tiada memerlukan penjelasan dan penafsiran
Hajat kami kepada-Mu amatlah banyak
Engkau Maha Tahu dan melihatnya
Ya ALLAH, kami takut kepada-Mu
Selamatkan kami dari semua yang tak takut kepada-Mu
Jaga kami dengan Mata-Mu yang tiada tidur
Lindungi kami dengan perlindungan-Mu yang tak tertembus
Kasihi kami dengan kudrat kuasa-Mu atas kami
Jangan binasakan kami, karena Engkaulah harapan kami
Musuh-musuh kami dan semua yang ingin mencelakai kami
Tak akan sampai kepada kami, langsung atau dengan perantara
Tiada kemampuan pada mereka untuk menyampaikan bencana kepada
kami
"ALLAH sebaik baik pemelihara dan Ia paling kasih dari segala
kasih"
Ya ALLAH, kami hamba-hamba-Mu, anak-anak hamba-Mu

Ubun-ubun kami dalam genggaman Tangan-Mu
Berlaku pasti atas kami hukum-Mu
Adil pasti atas kami keputusan-Mu
Ya ALLAH, kami memohon kepada-Mu
Dengan semua nama yang jadi milik-Mu
Yang dengan nama itu Engkau namai diri-Mu
Atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu
Atau Engkau ajarkan kepada seorang hamba-Mu
Atau Engkau simpan dalam rahasia Maha Tahu-Mu akan segala ghaib
Kami memohon-Mu agar Engkau menjadikan Al Qur'an yang agung
Sebagai musim bunga hati kami
Cahaya hati kami
Pelipur sedih dan duka kami
Pencerah mata kami
Ya ALLAH, yang menyelamatkan Nuh dari taufan yang
menenggelamkan dunia
Ya ALLAH, yang menyelamatkan Ibrahim dari api kobaran yang
marak menyala
Ya ALLAH, yang menyelamatkan Musa dari kejahatan Fir'aun dan
laut yang mengancam nyawa

Ya ALLAH, yang menyelamatkan Isa dari Salib dan pembunuhan
oleh kafir durjana
Ya ALLAH, yang menyelamatkan Muhammad alaihimusshalatu
wassalam dari kafir Quraisy durjana, Yahudi pendusta, munafik
khianat, pasukan sekutu Ahzab angkara murka
Ya ALLAH, yang menyelamatkan Yunus dari gelap lautan, malam,
dan perut ikan
Ya ALLAH, yang mendengar rintihan hamba lemah teraniaya
Yang menyambut si pendosa apabila kembali dengan taubatnya
Yang mengijabah hamba dalam bahaya dan melenyapkan prahara
Ya ALLAH, begitu pekat gelap keangkuhan, kerakusan dan dosa
Begitu dahsyat badai kedzaliman dan kebencian menenggelamkan
dunia
Pengap kehidupan ini oleh kesombongan si durhaka yang membuat-
Mu murka
Sementara kami lemah dan hina, berdosa dan tak berdaya
Ya ALLAH, jangan kiranya Engkau cegahkan kami dari kebaikan
yang ada pada-Mu karena kejahatan pada diri kami

Ya ALLAH, ampunan-Mu lebih luas dari dosa-dosa kami
Dan rahmah kasih sayang-Mu lebih kami harapkan daripada amal
usaha kami sendiri
Ya ALLAH, jadikan kami kebanggaan hamba dan nabi-Mu
Muhammad SAW di padang mahsyar nanti
Saat para rakyat kecewa dengan para pemimpin penipu yang
memimpin dengan kejahilan dan hawa nafsu
Saat para pemimpin cuci tangan dan berlari dari tanggung jawab
Berikan kami pemimpin berhati lembut bagai Nabi yang menangis
dalam sujud malamnya tak henti menyebut kami, ummati ummati,
ummatku ummatku
Pemimpin bagai para khalifah yang rela mengorbankan semua
kekayaan demi perjuangan
Yang rela berlapar-lapar agar rakyatnya sejahtera
Yang lebih takut bahaya maksiat daripada lenyapnya pangkat dan
kekayaan
Ya ALLAH, dengan kasih sayang-Mu Engkau kirimkan kepada kami
da'i penyeru iman
Kepada nenek moyang kami penyembah berhala
Dari jauh mereka datang karena cinta mereka kepada da'wah
Berikan kami kesempatan dan kekuatan, keikhlasan dan kesabaran

Untuk menyambung risalah suci dan mulia ini
Kepada generasi berikut kami
Jangan jadikan kami pengkhianat yang memutuskan mata rantai
kesinambungan ini
Dengan sikap malas dan enggan berda'wah
Karena takut rugi dunia dan dibenci bangsa


Dilantunkan oleh K.H. Rahmat Abdullah
Di Lapangan Masjid Agung Al-Azhar Jakarta, 09 Agustus 1998, yang
diiringi oleh tetesan air mata hadirin.

SUMBER "UNTUKMU KADER DA'WAH"
KH RAHMAT ABDULLAH

Category: | 0 Comments

"wahai anakku! jika ada sesuatu yg tak bisa kau pastikan bila dia datang, maka persiapkan dirimu untuk menghadapinya sebelum dia mendatangimu sedang engkau dalam keadaan lengah" (nasihat Luqman kepada anaknya)

Category: | 0 Comments