Hikmah Taqwa Orang yang bertaqwa dengan maksimal akan amemperoleh buahnya dari sisi Allah yang sangat besar yaitu : a. Akan mendapatkan furqan (kemampuan membedakan antara yang hak dengan yang bathil, benar dengan salah, halal dengan haram, dan terpuji dengan tercela). Allah berfimrman dalam surat al-Anfal ayat 29 : ˸Ϣ˵Ϝ˶ΗΎ˴Ό͋ϴ˴γ ˸Ϣ˵Ϝ˸Ϩ˴ϋ ˸ή͋ϔ˴Ϝ˵ϳ˴ϭΎ˱ϧΎ˴ϗ˸ή˵ϓ ˸Ϣ˵Ϝ˴ϟ˸Ϟ˴ό˸Π˴ϳ˴Ϫ͉ϠϟϮ˵Ϙ͉Θ˴Η ˸ϥ˶·Ϯ˵Ϩ˴ϣ˴˯˴Ϧϳ˶ά͉ϟΎ˴Ϭ͊ϳ˴Ύ˴ϳ ˶Ϣϴ˶ψ˴ό˸ϟ˶Ϟ˸π˴ϔ˸ϟϭ˵Ϋ˵Ϫ͉Ϡϟ˴ϭ˸Ϣ˵Ϝ˴ϟ˸ή˶ϔ˸ϐ˴ϳ˴ϭ ³Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan dan menghapuskan segala kesalahankesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar´. (QS. Al-Anfal (8) : 29) b. Mendapat limpahan berkat dari langit dan bumi. Allah berfirman dalam surat alA’raf ayat 96 : ˶˯Ύ˴Ϥ͉δϟ ˴Ϧ˶ϣ ˳ΕΎ˴ϛ˴ή˴Α ˸Ϣ˶Ϭ˸ϴ˴Ϡ˴ϋ Ύ˴Ϩ˸Τ˴Θ˴ϔ˴ϟ ˸Ϯ˴Ϙ͉Η˴ϭ Ϯ˵Ϩ˴ϣ˴˯ ϯ˴ή˵Ϙ˸ϟ ˴Ϟ˸ϫ˴ ͉ϥ˴ ˸Ϯ˴ϟ˴ϭ ˴ϥϮ˵Β˶δ˸Ϝ˴ϳϮ˵ϧΎ˴ϛΎ˴Ϥ˶Α˸Ϣ˵ϫΎ˴ϧ˸ά˴Χ˴΄˴ϓϮ˵Α͉ά˴ϛ˸Ϧ˶Ϝ˴ϟ˴ϭ˶ν˸έϷ˸˴ϭ ³Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya". (QS. Al-A¶raf (7) : 96) c. Mendapatkan jalan keluar dari kesulitan. Allah berfirman dalam surat at-Thalaq ayat 2 : Ύ˱Ο˴ή˸Ψ˴ϣ˵Ϫ˴ϟ˸Ϟ˴ό˸Π˴ϳ˴Ϫ͉Ϡϟ˶ϖ͉Θ˴ϳ˸Ϧ˴ϣ˴ϭ ³Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan kepadanya jalan keluar.´ (QS. At-Thalaq (65) : 2) d. Mendapatkan rizki dari arah yang tak terduga. Allah berfirman dalam surat atThalaq ayat 3 ˵ΐ˶δ˴Θ˸Τ˴ϳ˴ϻ˵Κ˸ϴ˴Σ˸Ϧ˶ϣ˵Ϫ˸ϗ˵ί˸ή˴ϳ˴ϭ ³Dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka´. (QS. AtThalaq (65) : 3) e. Mendapatkan kemudahan dalam urusannya. Allah berfirman dalam surat atThalaq ayat 4 : ˱ή˸δ˵ϳ˶ϩ˶ή˸ϣ˴˸Ϧ˶ϣ˵Ϫ˴ϟ˸Ϟ˴ό˸Π˴ϳ˴Ϫ͉Ϡϟ˶ϖ͉Θ˴ϳ˸Ϧ˴ϣ˴ϭ ³Dan barang siapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudiahan dalam segala urusannya.´ (QS. At-Thalaq (65) : 4) f. Menerima penghapusan dan pengampunan dosa serta akan mendapatkan pahala yang besar. Allah berfirman dalam surat at-Thalaq ayat 5: ˱ή˸Ο˴˵Ϫ˴ϟ˸Ϣ˶ψ˸ό˵ϳ˴ϭ˶Ϫ˶ΗΎ˴Ό͋ϴ˴γ˵Ϫ˸Ϩ˴ϋ˸ή͋ϔ˴Ϝ˵ϳ˴Ϫ͉Ϡϟ˶ϖ͉Θ˴ϳ˸Ϧ˴ϣ˴ϭ ³« dan barang siapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.´ (QS. At-Thalaq (65) : 5) g. Akan dibebaskan dari kekawatiran dan duka cita. Allah berfirman dalam surat al-A’raf ayat 35 ˴ϥϮ˵ϧ˴ΰ˸Τ˴ϳ˸Ϣ˵ϫ˴ϻ˴ϭ˸Ϣ˶Ϭ˸ϴ˴Ϡ˴ϋ˲ϑ˸Ϯ˴Χ˴ϼ˴ϓ˴˴Ϡ˸λ˴˴ϭϰ˴Ϙ͉Η˶Ϧ˴Ϥ˴ϓ Artinya: ³«maka barang siapa yang bertaqwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka berduka cita.´ (QS. Al-A¶raf (7) : 35)
MAHALNYA KEJUJURAN BY: dr. Sarjana - Temanggung Kejujuran adalah menjadi sesuatu yang sangat MAHAL pada saat ini. Kenapa saya katakan sangat MAHAL? Salah satu sebabnya adalah bahwa nilai-nilai kejujuran adalah sesuatu yang sudah sangat jarang kita temukan, banyak berseliweran di sekitar kita baik yang tersembunyi alias diam-diam dan bahkan sekarang banyak yang melakukan kebohongan secara terang-terangan tanpa rasa malu sedikitpun nampak di raut mukanya. Seperti hukum dalam perdagangan atau hukum ekonomi, yang menjelaskan bahwa sesuatu yang jarang jumlahnya padahal sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia, maka sesuatu itu akan dihargai sangat tinggi / MAHAL untuk mendapatkannya. Dari waktu ke waktu, dimanapun dan kapanpun, manusia yang berkepribadian jujur pasti akan menjadi pilihan utama untuk dipasrahi sesuatu pekerjaan ataupun titipan amanah, sebab pasti dia akan dapat dipercaya atas kejujuran dan sifat dapat dipercaya yang yang dia miliki. Bahkan seorang ulama besar pada beberapa dekade yang lalu yaitu KH Zainudin MZ dalam sebuah ceramahnya pernah menyampaikan bahwa seandainya ada sekumpulan penjahat bermusyawarah untuk memilih seseorang untuk memegan keuangan , pasti mereka akan memilih orang yang paling jujur menurut pandangan mereka. Di dalam ajaran Agama Islam telah disabdakan oleh Rosululloh SAW mengenai sifat jujur ini. Yaitu bahwa kejujuran akan mendekatkan seseorang kepada Surga yang penuh kenikmatan dan jauh dari penderitaan. Tentu saja janji ini pasti benarnya, sebab diucapkan oleh manusia yang paling sempurna, yang tidak pernah berdusta SEKALIPUN bahkan pada saat-saat situasi tertekan dan terancam. Beliau adalah sosok tanpa cela, sehigga Alloh SWT memfirmankan bahwa Satu-satunya Contoh terbaik bagi manusia adalah Rosululloh SAW. Manusia yang memiliki sifat jujur akan senantiasa merasakan ketenangan dalam setiap langkah, setiap ucap dan tiap gerak-gerik kehidupannya, karena dia tidak memiliki beban dari dalam hati yang bersifat “memberatkan” yang disebabkan oleh suatu kebohongan, dia akan merasa plong dan lugas dalam perkataannya, karena tanpa beban kedustaan di alam bawah sadarnya. Sehingga dalam hatinya senantiasa merasa tenang dan tenteram, dan ini seakan merupakan representasi Surga yang dia rasakan di kehidupan dunia ini, sebelum benar-benar memasuki surga yang sesungguhnya, sebagaimana yang telah disabdakan Nabi SAW tersebut. Karena sedikit jumlahnya, tentu saja hanya orang-orang pilihan / orang-orang Yang Dikehendaki-Nyalah yang menyandangnya. Dan semua itu telah dijanjikan dengan balasan yang luar biasa dari-Nya. Di dunia akan mendapatkan ketenangan nurani, yang merupakan kunci meraih kebahagiaan, dan di akhirat akan dimasukkan kedalam Surga yang penuh kenikmatan tiada tandingan. Semoga kita semua tergolongkan bersama orang-orang yang jujur, baik kepada diri sendiri, jujur kepada sesama, dan jujur kepada Yang Maha Kuasa. Semoga. Temanggung 10 September 2019
Orang yang bertaqwa dengan maksimal akan amemperoleh buahnya dari sisi Allah yang sangat besar yaitu : a. Akan mendapatkan furqan (kemampuan membedakan antara yang hak dengan yang bathil, benar dengan salah, halal dengan haram, dan terpuji dengan tercela). Allah berfimrman dalam surat al-Anfal ayat 29 "Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan dan menghapuskan segala kesalahankesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. Al-Anfal (8) : 29) b. Mendapat limpahan berkat dari langit dan bumi. Allah berfirman dalam surat al- A’raf ayat 96 : "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya". (QS. Al-Araf (7) : 96) c. Mendapatkan jalan keluar dari kesulitan. Allah berfirman dalam surat at-Thalaq ayat 2 : "Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan kepadanya jalan keluar." (QS. At-Thalaq (65) : 2) d. Mendapatkan rizki dari arah yang tak terduga. Allah berfirman dalam surat at- Thalaq ayat 3 "Dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka". (QS. At- Thalaq (65) : 3) e. Mendapatkan kemudahan dalam urusannya. Allah berfirman dalam surat at- Thalaq ayat 4 : "Dan barang siapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudiahan dalam segala urusannya." (QS. At-Thalaq (65) : 4) f. Menerima penghapusan dan pengampunan dosa serta akan mendapatkan pahala yang besar. Allah berfirman dalam surat at-Thalaq ayat 5: "dan barang siapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya." (QS. At-Thalaq (65) : 5) g. Akan dibebaskan dari kekawatiran dan duka cita. Allah berfirman dalam surat al-A’raf ayat 35 "maka barang siapa yang bertaqwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka berduka cita." (QS. Al-Araf (7) : 35)
orang yang bertaqwa akan mendapat buahnya dari Alloh Swt yg sangat besar, yaitu:
1. akan mendapat furqon(kemampuan membedakan antara yg haq dan yg bathil,halal dg haram, terpuji dg tercela) QS al Anfal : 29
2.akan mendapat limpahan barokah dari langit dan bumi. QS al A'rof : 96
3.akan mendapat jalan keluar dari kesulitan. QS ATHTHOLAQ : 2
4.akan mendapatkan rizki dari arah yg tak terduga. QS ATHTHOLAQ : 3
5.akan mendapatkan kemudahan dalam urusannya. QS ATHTHOLAQ : 4
6.akan menerima pengapusan dan pengampunan dosa, serta akan mendapatkan pahala yg besar. QS ATHTHOLAQ : 5
7.akan dibebaskan dari rasa khawatir dan duka cita. QS AL A'ROF: 35
"dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dg merendahkan diri dan rasa takut (pada siksaannya),serta tidak mengeraskan suara, dipagi dan sore hari. dan janganlah kamu termasuk orang orang yg lalai".( Al A'rof, 7:205)
Salah seorang teman sejawat dokter menceritakan pengalamannya sewaktu mengerjakan sholat siang hari di rumahnya. Pada mulanya sholat berjalan adem ayem aman sentosa. Sampai akhirnya ada seekor ayam menerobos kamarnya dan bertengger di dekat makan siangnya yang rencananya mau disantap selepas sholat. Sholat yang tadinya dirasakan penuh hikmat kebijaksanaan, mulai berubah menjadi degup kekhawatiran.
Terjadi dilema ala buah simalakama. Pilihan antara mbatalin sholat buat ngusir ayam, atau sholat tetep diteruskan dengan resiko makan siangnya diembat dan dithotholi sang pithik. Akhirnya terbersit ide cemerlang melintas di benaknya. Jian, ngawur tenan.. sholat kok nyari ide. Apa itu idenya?
Saat rukuk, bacaan takbir biasa-biasa saja. Namun saat bangkit dari rukuk, bacaannya dibaca dengan kenceng dan sedikit membentak…. “Sssshhaaa…. mi’allohu liman hamidah..!!” Tak lupa kedua tangannya diangkat ke atas dengan lambaian tangan ala sabetannya Ki Dalang Oye Mantebh Sudarsono. Kontan saja si ayam kaget dan terbirit-birit lari sambil pethok-pethok. Si ayam minggat, dan teman sejawat tadi tetap bisa sholat. Tapi apakah khusyu’ ?? Embuh!! Yang jelas simbah jadi ngakak dengar cerita yang diragukan kebenarannya itu…
Lain lagi dengan rekan sejawat yang sekarang dines di Malang. Pemuja Gus Dur ini anak emasnya pak Kyai satu Pondok di Jawa Timur. Gaya sholatnya agak beda dari kebanyakan orang. Kalo lagi sholat cepetnya minta ampun. Tak hanya kilat, bahkan kilat khusus. Simbah suka nanya, “Kok cepet temen rek kon olehe solat..??”
Dia jawab singkat, “Halah, malaikate wis apal… ha wong podho wingi.. “ …Wooo.. njaluk dijantur lambene…
Memang kelihatannya banyak orang yang mulai melupakan kekhusyukan dalam sholat. Mau menjalani saja sudah syukur. Karena banyak juga yang gak mau menjalani dan meninggalkan sholat dengan alasan nyembah Allah itu banyak caranya, gak harus dengan sholat. Padahal yang ngomong itu muslim juga. Gak nyadar bahwa seorang yang menyembah Allah dengan cara yang dia karang sendiri itu sebenarnya dia sedang menyembah dirinya sendiri.
Imam Ghazali memberikan beberapa kiat agar sholat kita bisa khusyu’. Salah satunya adalah persiapan hati. Beberapa saat menjelang sholat, siapkan hati. Hadapkan hati pada Allah, dan kosongkan dari segala kesibukan yang melalaikan. Ini point paling penting. Coba simak lafadz adzan! Kalimat pertama adalah “ALLAHU AKBAR”. Artinya Allah Maha Besar. Maka saat itu, yang lain haruslah dianggap kecil. Segala sesuatu selain Allah adalah kecil, maka hanya Allah yang Maha Besar. Segala kesibukan apapun adalah kecil, yang Besar hanyalah Allah.
Dari sisi dzohir Imam Ghazali menyarankan agar saat sholat hendaknya dijauhkan dari pandangan yang mengganggu. Misalnya kain buat sholat, tempat sujud, baju, seyogyanya dihindarkan dari warna-warni gambar dan tulisan yang mengganggu. Ini susah. Lha sajadah mesjid saja diorek-orek dengan gambar yang macem-macem. Bahkan mesjidnya tak luput dari orek-orekan warna-warni dengan alasan seni. Belum lagi saat sholat jamaah, ada jamaah sholat yang memakai kaos bergambar dan bertulisan di punggungnya. Simbah pernah sholat di belakang mahasiswa yang pake kaos Dagadu, yang punggungnya ditulisi. Sialnya, isi tulisannya adalah kumpulan pisuhan Aseli Djogdja. Dari sejak “dengkulmu mlotrok” sampai “cangkemmu suwek” ada semua. Walah, sholat sinambi misuh-misuh ki…
Hal lain yang perlu dijaga adalah suara. Maka di saat ada orang sedang sholat, jangan mengangkat suara tinggi-tinggi. Mbikin bising, ribut-ribut atau gaduh. Herannya malah ada sebagian ibu-ibu ngrumpi di masjid di saat orang sedang sholat trus ditegur, malah njawab dengan kethus, “Eh situ kalo mau sholat ya sholat aja. Jangan dengerin kita-kita. Wong situnya yang gak khusyu kok kitanya disalahin!”
Dasar lambe sumur, asal nyobrot ya gitu itu. Simbah pernah usul, ibu-ibu model gitu dibledhosi mercon saja yang gedenya sak kempol. Jarak 5 meter lah. Begitu mbledos, lihat saja reaksi para simbok itu. Kalo protes tinggal bilang, “kalo mau ngrumpi ya ngrumpi aja. Jangan dengerin merconnya.. ntar malah kaget lho!!” Tapi usul simbah itu dianggep ekstrim plus berbau terorisme… Makanya gak pernah dijalani.
Kiat yang lain adalah memahami makna dari bacaan doa dan surat-surat yang dibaca. Ini membutuhkan pembelajaran. Agar diri kita tidak umak-umik, jopa-japu, hewes-hewes tapi gak paham maksudnya. Makanya yang namanya belajar itu seumur idup. Dikasih umur sewidak rolas, tapi al patekah gak mudeng maknane. Wah, muspro umure… gek wingi-wingi dho ngopo?? Kecuali memang baru mertobat dari mbegajul. Allah Maha Pemaap.
Yang jelas sholat khusyu itu perlu latihan terus. Bahkan latihan seumur hidup. Sambil terus berdoa, semoga diberi kekhusyu’an oleh Allah. Karena yang menguasai hati kita adalah Allah. Yang mbolak-mbalik hati kita juga Allah.
sumber : mbah dipo/ pitutur.net
Hujan merupakan nikmat Allah. Dengan hujan Allah menurunkan banyak nikmat ke muka bumi. Dengan hujan Allah menghidupkan bumi yang gersang. Meskipun dengan hujan juga Allah dapat mengirimkan adzab, sebagaimana yang menimpa umat Nabi Nuh as.
Sehingga tidaklah mengherankan, manakala mendung datang, Rasulullah saw tampak cemas dan khawatir. Kecemasan dan kekhawatiran beliau sirna dan berubah menjadi kegembiraan manakala hujan benar-benar turun. Saat mendung datang, beliau khawatir jangan-jangan yang turun nantinya adalah adzab dari Allah. Begitu turun hujan, maka yakinlah beliau bahwa ternyata rahmat dan berkah Allah lah yang turun.
Saat hujan turun, ada beberapa amalan ibadah yang khas dikerjakan oleh Rasulullah saw. Dan kekhasan amalan ini hanya saat hujan turun saja. Sedangkan di saat biasa, dimana tidak turun hujan, amalan khusus ini tidaklah dikerjakan. Apa sajakah amalan tersebut? Sudahkah kita mengetahui dan mengamalkannya?
Amalan Khusus Saat Hujan Turun
1. Dari Abdullah ibn Haris ra berkata : Ibnu Abbas berkata kepada muadzinnya pada suatu hari turun hujan : “Apabila engkau telah membacakan Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, janganlah engkau membacakan Hayya alash sholah. Bacalah Sholluu fii buyuutikum.†Para hadirin menyanggah yang demikian itu. Maka Ibnu Abbas berkata : “Apa yang aku suruhkan, telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dari aku (yakni Nabi saw). Ketahuilah bahwasannya shalat Jum’at adalah kewajiban yang ditekankan benar. Aku tidak suka menyempitkan kamu atau memaksa-kan kamu berjalan ke tempat shalat di dalam lumpur.†(Hadits shahih riwayat Al Bukhari).
2. Dari Nafi’ Maula Ibnu Umar ia berkata : Bahwasannya Ibnu Umar membacakan adzan di Dajnan, suatu tempat di antara Makkah dan Madinah. Maka beliau membacakan : Sholluu fir Rihal. Kemudian Ibnu Umar ra berkata : “Adalah Nabi saw memerintahkan muadzinnya di saat malam yang dingin, atau hujan atau yang berangin kencang untuk mengucapkan : Sholluu fir rihal.†(Hadits riwayat Abu Daud, An Nasai dan Al Baihaqi).
3. Dari Abdullah ibn Haris ra berka-ta, pada saat turun hujan Ibnu Abbas menjadi khatib. Pada saat muadzin sampai (hendak membaca) Hayya alash sholah, beliau menyuruh supaya mengucapkan seruan Ash sholatu fir rihal. Maka kami saling memandang kepada sesama kami. Maka berkatalah Ibnu Abbas : “Seakan-akan kalian mengingkari hal ini. Ketahuilah, sungguh telah mengamalkan hal ini orang yang lebih baik dari aku (yakni Nabi saw), padahal sesungguhnya Jum’at itu suatu amalan yang ditekankan.†(Hadits shahih riwayat Al Bukhari)
Perkataan Para Ulama
1. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Muhibbut Thabari berkata : “Di musim dingin atau hujan, di dalam adzan tidak dibacakan hayya ‘alash sholah, hayya ‘alal falah. Melainkan diganti dengan Ala shollu fir rihal.â€
2. Imam As Sindi berkata : “Dari hadits-hadits ini dapat dimengerti bahwa para muadzin Jum’at yang membacakan adzan di kala hujan turun, tidak menyempurnakan adzannya. Yakni mengganti hayya ‘alash sholah, hayya ‘alal falah dengan asholatu fir rihal.â€
Praktek Pengamalan
Dari hadits-hadits di atas dapat disimpulkan, bahwa manakala hujan turun, ataupun hawa dingin maupun berangin kencang, maka lafadz adzan diucapkan tidak seperti biasanya. Yakni perkataan hayya ‘alash sholah, hayya ‘alal falah diganti dengan lafadz Ash sholatu fir rihal atau bisa juga shollu fir rihal (yang artinya sholatlah di tempat kalian), atau Sholluu fii buyuutikum (sholatlah di rumah-rumah kalian).
Amalan sunnah ini hampir tidak dikenal lagi. Jangankan di zaman sekarang, di zaman shahabat Ibnu Abbas saja (yakni zaman Tabiin) sunnah ini hampir tidak dikenal lagi. Ini jelas terlihat di dalam hadits di atas, dimana saat Ibnu Abbas meminta mengganti lafadz hayya ‘alash sholah, hayya ‘alal falah, banyak yang mengingkarinya. Pada-hal kita tahu, zaman itu masih dekat dengan zamannya Nabi saw.
Maka tidaklah mengherankan, semakin jauh dari zaman Nabi, banyak sunnah yang semakin dilupakan orang. Seandainya ada sebagian dari umat Islam yang mengamalkan warisan amal sunnah ini, maka hampir bisa dipastikan akan bermunculan penolakan, protes dan tanda tanya besar dari umat Islam di sekitarnya. Bahkan cap aliran aneh, nyleneh, dan lebih jauh lagi cap aliran sesat akan dialamatkan kepada mereka yang mau menghidupkan sunnah ini. Kalau tidak percaya, silakan mencoba.
Sunnah yang lain
Sunnah yang lain yang juga diamalkan Rasulullah saw manakala turun hujan adalah sholat jamak. Sholat jamak saat turun hujan ini lazim disebut sebagai jamak mathor, yakni sholat jamak yang dikerjakan dikarenakan turun hujan.
Diriwayatkan dari Ibu Abbas, bahwa Nabi saw mengerjakan sholat jamak Dhuhur dan Ashar, serta Maghrib dan Isya’ (dijamak), bukan karena takut maupun karena safar (perjalanan). Berkata Malik (sang rawi): diberitahukan padaku bahwa yang demikian itu saat turun hujan. (Hadits riwayat Abu Dawud).
Di dalam kitab Aunul Ma’bud syarah Sunan Abu Dawud dijelaskan bahwa sholat jama’ mathor saat hadhor (bukan saat safar/perjalanan) dikerjakan oleh sebagian besar ulama salaf sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Umar, juga diamalkan oleh Urwah, Ibnu Musayyab, Umar bin Abdul Aziz, Abu Bakar bin Abdurrahman, Abu Salamah dan sekalian fuqaha (ahli Fikih) Madinah. Dan demikian juga, sholat jamak mathor ini menjadi qaul (pendapat) Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hambal.
Sholat jamak mathor merupakan rukhshoh yang dikerjakan oleh Rasulullah saw. Maka apabila kita ambil rukhshoh tersebut, hal ini akan membuat ridha Allah swt.
Namun sebagaimana sunnah-sunnah yang lain, sholat jamak mathor inipun sudah jarang yang mau mengamalkan. Jangankan mengamalkan, mengetahuinya saja barang-kali hanya sedikit orang.
Namun dengan sedikitnya umat Islam yang mengamalkan suatu sunnah, bukan berarti sunnah itu tidak ada. Harus ada segolongan umat ini yang mau menghidupkan sunnah-sunnah yang langka dan jarang diamalkan umat. Resiko yang harus ditempuh memang berat. Perlawanan datang bukan dari orang kafir, akan tetapi justru akan datang perlawanan dari umat Islam sendiri yang tidak mau belajar dan merasa sudah tahu semuanya tentang Islam.
Memang yang menyebabkan umat semakin jauh dari sunnah adalah ketidakmauan mereka untuk membuka lagi kitab-kitab hadits dan mempelajarinya dengan benar. Amalan yang saat dikerjakan semata-mata hanya meneruskan kebiasaan yang sudah berlaku, tanpa mau menelusuri sumbernya langsung. Sehingga kebiasaan ini menjadi Sunnah dan bahkan wajib, namun justru yang sunnah dan wajib menjadi tergusur.
Hal ini bukan berarti bahwa apa yang sudah diamalkan oleh umat saat ini semuanya hanya kebiasaan atau tradisi, namun seyogyanya apa yang sudah biasa diamalkan ini ditelaah lagi dan dipelajari sumber hukumnya. Dengan demikian umat terbiasa untuk mengamalkan sesuatu dengan dasar ilmu yang jelas. Bukan hanya ikut-ikutan, ataupun sekadar mengikut apa omongan kiyainya ataupun ucapan sesepuhnya
sumber : mbah dipo / pitutur.net
Amalan sunnah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw, jika lama tidak diamalkan oleh umat, maka suatu saat umat tidak lagi kenal dengan sunnah tersebut. Bahkan apabila ada sebagian umat yang mengamalkan lagi Sunnah-sunnah yang lama ditinggalkan tersebut, maka pastilah muncul tuduhan-tuduhan yang miring terhadap pengamal sunnah tersebut. Akan muncul cap dan tudingan sebagai pelaku aliran aneh, sempalan ataupun tudingan aliran sesat. Padahal yang diamalkan tersebut sebenarnya merupakan amalan sunnah, namun telah dilupakan umat dan ditinggalkan.
Hal ini telah diisyaratkan oleh Rasulullah saw, bahwa agama ini datang dengan asing, dan nantinya akan dianggap asing lagi sebagaimana awal datangnya. Hanya saja Rasulullah saw memberitahukan kepada kita, bahwa sungguh beruntunglah mereka yang mau menghidupkan amalan sunnah yang telah asing di kalangan umat tersebut. Adakah kita termasuk orang asing yang dianggap beruntung oleh Nabi saw? Marilah kita lihat.
Kita awali dengan amalan yang setiap harinya diamalkan oleh umat Islam. Dalam hal ini adalah adzan Shubuh. Bagaimanakah adzan shubuh ini diamalkan oleh para Shahabat r.anhum atas petunjuk Rasulullah saw?
Sabda Rasulullah saw
Pertama : Dari Umar dan A’isyah ra berkata : Rasulullah saw bersabda: “Bahwasanya Bilal beradzan di malam hari (sebelum masuk waktu Shubuh). Karena itu makanlah dan minumlah sehingga Ibnu Ummi Mak-tum membaca Adzannya. Ibnu Ummi Maktum adalah orang buta, yang beradzan Shubuh di kala orang mengatakan kepadanya :”Telah pagi, telah pagi.” (Hadits Shahih Riwayat Al Bukhari, Muslim dan Ahmad).
Kedua : Dari Ibnu Mas’ud ra me-nerangkan: Bahwasanya Rasulullah saw bersabda : “Janganlah adzan Bilal menghalangi kamu makan sahur. Ia membacakan adzan masih malam hari (sebelum masuk Shubuh) untuk memberi peringatan kepada orang yang shalat malam dan untuk membangunkan orang yang masih tidur.” (Hadits shahih Riwayat Al Jamaah selain At Tirmidzi)
Pendapat & Perkataan Para Ulama
Imam Al Baihaqi berkata: “Seluruh ulama membenarkan adanya adzan Shubuh yang dikumandangkan sebelum terbit fajar.”
Imam Nawawi dalam Syarah Muslim berkata : “Para ulama menetapkan, bahwa Bilal ditugaskan membaca adzan sebelum fajar . Sesudah ia membacakan adzannya, duduklah ia menunggu fajar sambil berdzikir. Apabila terbit fajar, ia mengambil wudhu. Sesudah itu dia naik untuk membacakan adzan yang kedua di permulaan fajar (shubuh).
Ibnu Hazm di dalam syarah Al Muhalla berkata : “Tidak boleh dilakukan adzan sebelum waktu shalat, selain shalat Shubuh saja. Untuk Shubuh boleh diadzankan dua kali, yang pertama sebelum terbit fajar, yang kedua setelah terbit fajar. Adzan yang kedua tidak boleh ditinggalkan, tidak boleh dicukupi dengan adzan yang pertama saja. Karena adzan yang pertama untuk sahur, yang kedua untuk shalat.”
Dalam Al Majmu Imam Nawawi berkata : “Semua pengikut Syafi’i berpendapat, bahwa menurut sunnah adzan Shubuh dua kali, sekali sebelum fajar dan sekali sesudahnya. Dan amat utama dilakukan oleh dua muadzin. Seorang untuk sebelum shubuh dan seorang sesudah fajar.”
Dinukilkan oleh Ibnu Jarir bahwa para ulama telah berijma menetapkan adzan sebelum waktu tidaklah sah. Hendaklah adzan itu dilakukan apabila telah masuk waktu, kecuali untuk shalat shubuh. Untuknya sah dilakukan adzan sebelum waktunya. Demikianlah pendapat Malik, Asy Syafi’i, Ahmad, Al Auzai, Abu Yusuf, Abu Tsaur, Ishaq dan Daud
Imam Malik, Asy Syafi’i, Ahmad, Al Auzai, Abu Yusuf, Abu Tsaur, Ishaq, Daud dan jumhur ulama menetapkan : Dua Adzan untuk shalat shubuh.
Praktek Adzan Shubuh
Sebenarnya dengan melihat dalil hadits dan keterangan dari para Imam Madzhab dan juga para ulama, cukuplah bisa dipahami bahwa memang adzan Shubuh dikerjakan dua kali. Bahkan inilah yang menjadi pendapat Imam Syafi’i, yang konon merupakan Imam Madzhab bagi mayoritas penduduk Muslim di Indonesia. Akan tetapi dapat kita lihat sendiri bagaimana pengamalan dari warisan Rasulullah saw ini. Berapa masjidkah di seantero Nusantara ini yang mau mengamalkan tuntunan Rasulullah ini. Bahkan setelah membaca dalil dan keterangan di atas, masih saja ada yang berkata dengan nada membantah, bahwa hal tersebut bid’ah dan tidak pernah dilakukan oleh sesepuh-sesepuh dan ulama-ulama mereka. Sehingga yang menjadi patokan amalan adalah para sesepuh dan ulama mereka, bukan-nya Rasulullah dan para sahabatnya.
Sebagiannya mengamalkan parsial saja. Yakni dengan mengumandangkan Ash sholatu khairun minan naum saat mendekati fajar. Padahal dengan jelas diterangkan di dalam hadits shahih tersebut, bahwa yang dibacakan Bilal di adzan pertama adalah benar-benar adzan, komplit dengan lafal-lafalnya. Mengapa bisa dikatakan demikian? Karena Rasulullah saw bersabda : “Janganlah adzan Bilal menghalangi kamu makan sahur…….” Hal ini mengi-syaratkan bahwa yang dibaca memang benar-benar adzan lengkap. Kalau hanya bacaan Ash sholatu khairun minan naum, maka Rasu-lullah saw tidak perlu mengingatkan tentang hal ini. Karena saat sahur itu berakhir saat dibacakan adzan, bukan dibacakan ash sholatu khairun minan naum.
Ada yang menolak dua adzan shubuh ini dengan berdalih bahwa di Mekkah saja adzannya cuma satu kali. Hal ini sudah jauh dari pedoman agama. Pegangan di dalam beramal di dalam diinul Islam ini adalah Al Qur’an dan Al Hadits, bukan Makkah ataupun Madinah ataupun negeri yang lain. Karena jika negerinya yang dijadikan patokan, apabila nantinya ketemu pedagang di Makkah atau Madinah yang curang di dalam timbangan atau takaran, apakah kita lantas mengikuti langkahnya saat kembali ke negeri kita, hanya karena kita berdalih bahwa di Mekkah dan Madinah orang curang di dalam me-nakar dan menimbang?
Dampak Lain
Apabila satu Sunnah ditinggalkan, maka akan terbuka jalan bagi ditinggalkannya sunnah yang lain. Kita lihat saja.
Dari Abu Mahzurah ra berkata : “Adalah aku membaca adzan fajar yang pertama : hayya ‘alal falah, ash sholatu khairun minan naum, ash sholatu khairun minan naum. Allahu akbar Allahu akbar, laa ilaaha illa Allah (Hadits Riwayat Nasai, kata Ibnu Hazm sanadnya shahih).
Dari Nafi’ Maula Ibnu Umar ra berkata: Ibnu Umar berkata: “hendaklah dibaca dalam adzan yang pertama dari Shubuh sesudah hayya alal falah : ash sholatu khairun minan naum dua kali”. (Hadits riwayat At Thabarani dan Al Baihaqi, kata Ibnu Hajar dalam At Talkhish : sanadnya hasan).
Dari Abu Sulaiman ia berkata: bahwa Abu Mahdzurah ra membacakan tatswib (ash sholatu khairun minan naum) dalam adzan yang pertama dari sholat shubuh dengan perintah Nabi saw (Hadits riwayat Al Baihaqi).
Kata Ash Shan’ani di dalam Subulus Salam: “Hadits Abu Mahdzurah menegaskan bahwa tatswib (ash sholatu khairun minan naum) diucap-kan dalam adzan shubuh yang pertama, bukan dalam adzan yang kedua dan bukan dalam kedua-duanya.”
Kata Ibnu Ruslan : “Hadits Abu Mahdzurah telah disahkan sanadnya oleh Ibnu Khuzaimah, karena itu kita dapat menetapkan bahwa tatswib itu dituntut dalam adzan pertama sholat Shubuh, karena adzan itu diucapkan untuk membangunkan orang-orang. Adzan yang kedua untuk memberita-hu masuk waktu shalat, serupa adzan shalat yang lain.”
Maka dapatlah kita lihat sekarang, dengan ditinggalkannya adzan shubuh yang pertama, maka ucapan tatswib (ash sholatu khairun minan naum) dikumandangkan saat adzan Shubuh yang kedua, yakni adzan saat sudah masuk waktu Shubuh.
Satu-satunya alasan yang seringkali dilontarkan bagi mereka yang melupakan sunnah ini adalah, bahwa hal ini merupakan masalah khilafiyah. Jadi silahkan saja bagi mereka yang mau menjalankan ataupun tidak menjalankannya. Padahal di dalam suatu amalan yang sudah jelas dalil dan hujjahnya, maka tidak pantas disebut sebagai khilafiyah. Janganlah keengganan kita mengamalkan sunnah Rasulullah saw ditutupi dengan dalih “khilafiyah”.
Adzan Shubuh merupakan amalan harian. Sunnahnya sudah banyak ditinggalkan. Lantas bagaimana pula jika amalan tersebut sifatnya mingguan atau bahkan bulanan maupun tahunan? Jika amalan sunnah ditinggalkan, maka akan ada celah kosong. Dan celah kosong ini pasti akan terisi dengan bid’ah. Bid’ah akan hilang jika sunnah diamalkan semua, sehingga umat tidak sempat lagi mengamalkan bid’ahnya, dikarenakan amalnya telah penuh sesak dengan yang sunnah. Tidak ada celah lagi….
sumber: mbah dipo/ pitutur.net
Keutamaan Menjadi Imam Dalam Sholat Dan Ilmu
1. Dari Abu Hurairah radhialloohu’anhu, Rasulullooh sallalloohu’alaihi wa sallam bersabda:
“Seorang imam (sholat) itu memiliki tanggungjawab. Seorang muadzin itu adalah penjaga amanah. Ya Allooh, berikanlah bimbingan kepada para imam tersebut, dan ampunilah dosa-dosa para muadzin itu.”
(HR. Abu Daud no. 517, Tirmidzi no. 207, Ibnu Khuzaimah no. 527. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud I: 105 – Diambil dari buku Kriteria Imam Dalam Sholat Sesuai Al-Qur’an Dan As-Sunnah, karangan DR. Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani, Pustaka At-Tazkia).
1. Dari Abu Hurairah radhialloohu’anhu, Rasulullooh sallalloohu’alaihi wa sallam bersabda:
“Para imam itu sholat demi kepentingan kalian. Kalau mereka benar, kalian (dan juga mereka) mendapatkan pahala. Tetapi kalau mereka salah, kalian tetap mendapatkan pahala sementara mereka mendapatkan dosa.”
(HR. Al-Bukhari dalam kitab Adzan, bab: ‘Jika imam tidak menyempurkan sedang kalian berada di belakangnya’ no. 694, Ahmad II/355).
1. Dari Uqbah bin Amir radhialloohu’anhu, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullooh sallalloohu’alaihi wa sallam bersabda:
“Barang siapa yag mengimami orang banyak dan melaksanakan sholatnya secara tepat waktu, maka ia dan para makmumnya mendapatkan pahala. Tetapi kalau ia mengurangi sedikit saja, ia mendapatkan dosa, sementara makmumnya tidak.”
(HR. Ahmad, IV: 154, Ibnu Majah dalam kitab Ah-Shalah, bab: Kewajiban seorang imam, no. 983, Abu Daud dalam kita Ash-Sholah, bab: Seluruh persoalan keimaman dan keutamaannya, no. 580. Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud, I: 115 menyatakan: Hasan shahih. Beliau juga menyatakan shahih dalam Sunan Ibnu Majah, I: 293).
1. Dari Sahal bin Saad radhialloohu’anhu, diriwayatkan bahwa ia menceritakan: Aku pernah mendengar Rasulullooh sallalloohu’alaihi wa sallam bersabda:
“Imam itu memiliki tanggung jawab. Kalau ia melakukan sholat secara baik, maka ia dan para makmumnya mendapatkan pahala. Dan apabila ia melakukannya dengan salah maka ia berdosa, sementara makmumnya tidak.”
(HR. Ibnu Majah kalam kitab Ash-Shalah, bab: Kewajiban seorang imam, no. 981. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud, I: 292).
Yang Berhak Menjadi Imam
1. Dari Abu Mas’ud Al-Anshari radhialloohu’anhu, bahwa ia menuturkan: Rasulullooh sallalloohu’alaihi wa sallam bersabda:
“Yang berhak mengimami shalat adalah orang yang paling bagus atau paling banyak hafalan Al-Qu’annya.[1] Kalau dalam Al-Qur’an kemampuannya sama, dipilih yang paling mengerti tentang ajaran sunnah. Kalau dalam sunnah juga sama, dipilih yang lebih dahulu berhijrah.[2] Kalau dalam berhijrah juga sama, dipilih yang lebih dahulu masuk Islam.”
Dalam riwayat lain disebutkan:
“…….. yang paling tua usianya …….”[3] “Janganlah seseorang mengimami orang lain dalam wilayah kekuasaannya,[4] dan janganlah ia duduk di rumah orang lain di tempat duduk khusus/kehormatan uantuk tuan rumah tersebut tanpa seizinnya.”[5]
Macam-Macam Imam Dalam Sholat
1. Anak Kecil
Hadits dari Amru bin Salamah, ia menceritakan: Kami pernah berada di sumber air yang dilewati banyak orang.[6] Waktu itu para pengendara dalam perjalanan melewati sumber air kami. Kami bertanya kepada mereka: “Ada apa dengan orang banyak? Ada apa dengan orang banyak? Siapakah lelaki itu (Rasulullooh)?”[7] Mereka menjawab: Ia lelaki yang mengaku telah diutus sebagai rasul dan mendapat Wahyu begini dan begitu.” Aku lalu menghafal betul ucapan tersebut sehingga seolah-olah terpatri dalam dadaku. Dan orang-orang Arab menunggu untuk masuk Islam bila terjadi penaklukan kota Mekah.[8] Mereka berkata: “Tinggalkan saja dia dengan kaumnya. Kalau ia berhasil menaklukkan mereka, berarti dia memang Nabi yang sebenarnya. Ketika terjadi penaklukan kota Mekah, mereka berlomba-lomba masuk Islam.[9] Ketika ia datang di kota Mekah, ia berkata: “Sungguh kami datang dari sisi Nabi sallalloohu’alaihi wa sallam. Beliau bersabda: “Lakukanlah sholat ini di waktu ini, lakukanlah sholat itu, di waktu itu. Bila datang waktu sholat, hendaknya salah seorang diantara kalian menjadi muadzin, dan yang menjadi imam adalah yang terbanyak hafalan Al-Qur’annya.”
Lalu mereka saling meneliti ternyata tidak ada seorangpun yang hafalan Al-Qur’annya lebih banyak dariku, karena aku sudah banyak mendapatkan hafalan dari para pengendara dahulu, mereka pun mengajukan diriku sebagai imam bagi mereka, padahal aku baru berumur enam atau tuhuh tahun, dan aku kala itu mengenakan burdah, yang bila aku sujud, kain burdahku itu tertarik keatas.[10] Ada seorang wanita dusun berkata kepadaku: “Kenapa kalian tidak menutupi pantat imam kalian itu?” Merekapun membeli bahan[11] memotong sebuah gamis untukku. Belum pernah aku bergembira lebih dari kegembiraanku ketika mendapat gamis itu.”
Dalam riwayat Abu Daud disebutkan tambahan: “Amru bin Salamah berkata: “Setiap kali aku berkumpul dengan sekelompok kaum Muslimin, pasti aku dipilih sebagai imam mereka dan akupun terbiasa mensholatkan jenazah-jenazah sebagai imam hingga hari ini.[12]
2. Orang Buta
Hadits dari Anas bin Malik radhialloohu’anhu bahwa Rasulullooh sallalloohu’alaihi wa sallam pernah menyerahkan tugas keimaman kepada Ibnu Ummi Maktum, sementara ia adalah orang buta.[13] Dalam satu riwayat disebutkan: Beliau pernah menyerahkan tugas keimaman kepada Ibnu Ummi Maktum ini sebanyak dua kali di kota Al-Madinah.[14] Bahakn setelah dihitung-hitung tugas keimaman Ibnu Ummi Maktum telah mecapai tiga belas kali. Itu menjadi dalil-dalil sahnya keimamn orang buta tanpa ada nilai kemakruhan.[15]
Hal ini diindikasikan oleh riwayat Mahmud bin Ar-Rabi’ Al-Anshari radhialloohu’anhu bahwa Utban bin Malik pernah mengimami kaumnya sementara ia sendiri buta. Lalu ia berkata kepada Rasulullooh sallalloohu’alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullooh, sesungguhnya jalanan gelap dan becek, sedangkan aku orang buta. Tolong shalat di salah satu kamar rumah kami yang nantinya akan kami jadikan tempat shalat.” Rasulullooh datang menemuinya dan bertanya: “Di tempat mana engkau suka aku melakukan shalat tersebut?” Utbah menunjuk salah satu lokasi di rumahnya, lalu Rasulullooh shalat di tempat itu.[16]
3. Hamba sahaya dan mantan budak
Hadits dari Ibnu Umar radhialloohu’anhu, bahwa beliau menceritakan: “Ketika orang-orang Muhajirin pertama datang ke Aqabah –salah satu lokasi di Kuba- sebelum kedatangan Rasulullooh sallalloohu’alaihi wa sallam. Mereka diimami Salim, mantan budah Abu Hudzaifah radhialloohu’anhu, karena ia yang paling banyak hafalannya.”[17]
Dalam riwayat lain diceritakan dari Ibnu Umar radhialloohu’anhu bahwa ia pernah mengisahkan mantan budak Abu Hudzaifah pernah mengimami kalangan Al-Muhajirin pertama dan para sahabat Nabi di masjid Kubah, diantara mereka adalah Abu Bakar, Umar, Abu Salamah, Zaid, dan Amir bin Rabi’ah.[18]
[Diambil dari buku Kriteria Imam Dalam Shalat Sesuai Al-Qur’an Dan As-Sunnah, karangan DR. Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani, Pustaka At-Tazkia]
[1] “Yang berhak mengimami shalat adalahorang yang paling bagus atau paing banyak hafalan Al-Qur’annya”, menunjukkan secara tegas bahwa orang yang paling bagus bacaan Al-Qur’annya didahulukan dari orang yang leibh dalam ilmu fiqihnya. Itu adalah madzhab imam Ahmad, Abu Hanifah dan sebagian sahabat imam asy-Syafi’i. Imam Malik sendiri, juga imam asy-Syafi’i dan para shahabat beliau menyatakan: ‘Orang yang lebih dalam ilmu fiqih didahukukan dari orang yang lebih bagus bacaan Al-Qur’annya. Karena bacaan yang dibutuhkan dalam shalat sudah tertentu, sementara yang harus diketahui tentang hukum shalat lebih luas lagi. Terkadang dalam shalat ada hal-hal yang hanya diketahui oleh orang yang sempurna ilmu pengetahuannya tentang fiqih shalat. Hanya saja dalam sabda Nabi sallalloohu’alaihi wa sallam: “Kalau dalam Al-Qur’an kemampuannya sama, pilih yang paling mengerti tentang ajaran Sunnah”, menjadi dalil untuk mendahulukan orang yang lebih mahir dalam Al-Qur’an-nya secara mutlak dari orang yang lebih mengetahui ajaran Sunnah. Yang benar, bahwa orang yang lebih mahir dalam Al-Qur’annya memang didahulukan bila ia sudah mengetahui hukum-hukum shalatnya (lihat Syarah An-Nawawi dari Shahih Muslim, V: 178. Lihat Al-Mufhim ringkasan dari Kitab Muslim oleh Al-Qurthubi, II: 297. Lalu Al-Mughni oleh Ibnu Qudamah, III: 11-12. Lihat juga Fat-hul Bari oleh Ibnu Hajar, II: 171. Juga Nailul Authar oleh Asy-Syaukani, II: 389. Juga Hasyiyah Ibnu Qasim ‘Alar Raudhil Murbi’, II: 296. Lalu Asy-Syrhul Mumti’ oleh Ibnu Utsaimin, IV: 289-291, juga Subulus salam oleh Ash-Shan’ani, III: 95).
[2] “Kalau dalam sunnah juga sama, dipilih yang lebih dahulu berhijrah …..” Hijrah yang didahulukan dalam pemilihan imam tidaklah dikhususkan pada hijrah yang dilakukan oleh Nabi pada masa lalu. Tetapi yang dimaksud adalah hijrah yang tidak akan pernah terputus hingga hari kiamat sebagaimana ditegaskan dalam hadits dari negeri kafir ke negeri Islam demi menjalankan ketaatan dan mendekatkandiri kepada Allooh. Maka oran gyang lebih dahulu melakukan hijrah tersebut, didahulukan untuk menjadi imam, karena ia lebih dahulu melakukan ketaatan. Lihat Al-Mughni oleh Ibnu Qudamah, III: 15. Syarah Muslim oleh Imam An-Nawawi, V: 179. Juga Nailul Authar oleh Asy-Syaukani, II: 390. Juga Subulus salam oleh Ash-Shan’ani, II: 96).
[3] Yang paling dahulu ke-Islamannya. Dalam riwayat lain disebutkan: yang paling tua usianya. Dalam riwayat lain: yang paling tinggi usianya. Usia disini berkaitan dengan kemualiaan ke-Islaman yang lebih dahulu. Dan riwayat yang menyebutkan “usia” bukan Islam. Kembalinya kepada usia ke-Islaman karena orang yang lebih tinggi usianya berarti lebih lama ke-Islamannya dibandingkan dengan orang yang lebih rendah usianya (Lihat Al-Mufhim oelh Al-Qurthubi, II: 298). Kami pernah mendengar syaikh Ibnu Baz ketika beliau mengupas Bulughul Maram, hadits no. 436: “Orang yang lebih tua usianya, berarti lebih tinggi usia ke-Islamannya. Terkecuali apabila mereka itu kafir baru kemudian masuk Islam. Bahkan yang lebih dahulu ke-Islamannya sama dengan yang lebih dahulu berhijrah ……” (Lihat Syarah Muslim oleh An-Nawawi, II: 390, Subulus Salam oleh Ash-Shan’ani, III: 96, juga Al-Mughni oleh Ibnu Qudamah, III: 15).
[4] Seorang dilarang untuk mengimami orang lain dalam kekuasaannya yakni dalam wilayah kekuasaannya. Yakni wilayah yang menjadi milik atau berada di bawah kekuasaannya. Termasuk di antaranya pemilik suatu rumah atau majelis, imam masjid, dan yang paling tinggi kekuasaannya adalah pemimpin besar kaum muslimin. Karena kekuasaannya luas. Pemilik satu tempat lebih berhak untuk menjadi imam di tempat tersebut. Bila ia ingin, ia bisa menjadi imam. Tetapi kalau ia ingin, ia bisa menyerahkannya kepada siapa saja yang dia kehendaki, meskipun orang yang dikedepankan itu tidak lebih utama dari seluruh makmum yang ada. Karena itu adalah kekuasaannya, sehingga ia bisa memperlakukannya sesuka hatinya. Seorang pemimpin didahulukan daripada imam masjid dan pemilik rumah. Dan disunnahkan bagi tuan rumah untuk memberikan izin keimamannya kepada orang yang lebih baik daripanya. (Lihat Al-Mufhim oelh Al-Qurthubi, II: 299, Al-Mughni oelh Ibnu Qudamah, III: 42, Syarah Muslim oleh imam An-Nawawi, V: 180, juga Nailul Authar oelh Asy-Syaukani, II: 391, juga Subulus Salam oleh Ash-Shan’ani, III: 97 dan Syarhul Mumti’ oleh Ibnu Utsaimin, IV: 299).
[5] “Tidak duduk di atas tempat duduk khusus, milik tuan rumah kecuali dengan seizin tuan rumah, dalam riwayat lain: “Dan jangan engkau duduk diatas tempat duduk khusus yang ada di rumahnya kecuali jika ia mengizinkan atau dengan izinnya.” Yang dimaksud tempat duduk khusus yakni dengan menggunakan alas atau semua yang digelar untuk tuan rumah secara pribadi. Alasan larangan tersebut adalah karena dilarang seseorang menggunakan milik orang lain kecuali dengan seizinnya. Hanya saja disini kekhususan karena banyak orang yang menggampang-gampangkan duduk diatasnya “takramah”. Kalau diduduki saja dilarang, tentu membawa dan menjualnya lebih utama pelarangannya. (Lihat Al-Mufhim oleh Al-Qurthubi, II: 299, lihat juga Syarah Muslim oleh An-Nawawi, V: 180).
[6] Yakni di lokasi yang dilewati oleh orang banyak. Lihat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar, VIII: 23 dan Irsyadus Sari oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani, IX: 284.
[7] Siapakah lelaki itu? Ini adalah pertanyaan tentang diri Rasulullooh dan kondisi orang-orang Arab kala itu yang bersama beliau. Lihat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar, VIII: 23.
[8] Menunggu-nunggu. Lihat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar, VIII: 23.
[9] Lihat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar VIII: 23.
[10] Burdah adalah sejenis kain kecil segi empat yang disebut juga kain hitam. Arti tertarik keatas, yakni tersingkap sebagian kakinya karena kain itu terangkat. Lihat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar, VIII: 23 juga Nailul Authar oleh Asy-Syaukani, II: 401.
[11] Yakni membeli bahan untuk dipotong dan dijahit sebagai pakaian. Lihat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar, VIII: 23.
[12] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Al-Maghazi, bab: Nabi tinggal selama beberapa saat di Mekah pada penaklukan kota itu, no. 4302. Tambahan dalam Sunan Abu Daud adalah lafazh: “Merekapun membeli bahan dari Oman, no. 585. Dalam riwayat lain no. 587 terdapat tambahan pula: “Setiap kali aku berkumpul dengan sekelompok kaum muslimin, pasti aku dipilih sebagai imam mereka dan akupun terbiasa mensholatkan jenzah-jenazah sebagai imam hingga hari ini.”
[13] Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab Ash-Shalah, bab: Keimaman orang buta, no. 595. Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya III: 192. Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra, III: 88. Hadits ini memiliki beberapa penguat dari ‘Aisyah radhialloohu’anha yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Al-Ihsan, V: 506, no. 2134. Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud, I: 118 menyatakan: Hadits shahih.
[14] Lihat Subulus Salam oleh Ash-Shan’ani, III: 120, dan Nailul Authar oleh Asy-Syaukani, II/395.
[15] Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab Al-Kharraj, bab: Orang buta bisa diberi tugas, no. 2931. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud, II: 566.
[16] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Al-Adzan, bab: Keringanan ketika hujan dan udzur untuk shalat di rumah, no. 667.
[17] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Al-Adzan, bab: Keimaman budan dan mantan budak, no. 692.
[18] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Al-Ahkam, bab: Mempekerjakan mantan budak sebagai hakim dan pegawai, no. 7175.
"Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Akan tetapi, barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang isi tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha pengampun, Maha penyayang" (QS. Al-Baqarah [2] : 173).
Islam telah melarang segala macam darah, analisis kimia dari darah menunjukkan adanya kandungan yang tinggi dari uric acid (asam urat ), suatu senyawa kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia, bersifat racun. Dengan kata lain uric acid sampah dalam darah yang terbentuk akibat metabolisme tubuh yang tidak sempurna yang diakibatkan oleh kandungan purine dalam makanan.
Dalam tubuh manusia, senyawa ini dikeluarkan sebagai kotoran, dan 98% dari uric acid dalam tubuh, dikeluarkan dari dalam darah oleh ginjal,dan dibuang keluar tubuh melalui air seni. Dalam Islam dikenal prosedur khusus dalam penyembelihan hewan, yaitu menyebut nama Allah Yang MahaKuasa dan membuat irisan memotong urat nadi leher hewan, sembari membiarkan urat-urat dan organ organ lainnya utuh.
Dengan cara ini menyebabkan kematian hewan karena kehabisan darah dari tubuh, bukannya karena cedera pada organ vitalnya, sebab jika organ-organ misalnya jantung, hati, atau otak dirusak, hewan tersebut dapat meninggal seketika dan darahnya akan menggumpal dalam urat-uratnya dan akhirnya mencemari daging, mengakibatkan daging hewan akan tercemar oleh uric acid, sehingga menjadikannya beracun, dan pada masa-masa kini lah para ahli makanan baru menyadari akan hal ini, subhanallah.
Apakah kita tahu kalau babi tidak dapat disembelih di leher ? karena mereka tidak memiliki leher, sesuai dengan anatomi alamiahnya? Bagi orang muslim beranggapan kalau babi memang harus disembelih dan layak bagi konsumsi manusia, tentu Sang Pencipta akan merancang hewan ini dengan memiliki leher.
Ilmu kedokteran mengetahui bahwa babi sebagai inang dari banyak macam parasit dan penyakit berbahaya, sistem biochemistry babi mengeluarkan hanya 2% dari seluruh kandungan uric acidnya, sedangkan 98% sisanya tersimpan dalam tubuhnya. Islam telah melarang segala macam darah, analisis kimia dari darah menunjukkan adanya kandungan yang tinggi dari uric acid (asam urat ), suatu senyawa kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia, bersifat racun.
Dengan kata lain uric acid sampah dalam darah yang terbentuk akibat metabolisme tubuh yang tidak sempurna yang diakibatkan oleh kandungan purine dalam makanan.Dalam tubuh manusia, senyawa ini dikeluarkan sebagai kotoran, dan 98% dari uric acid dalam tubuh, dikeluarkan dari dalam darah oleh ginjal,dan dibuang keluar tubuh melalui air seni.
FAKTA LAINNYA
Kulit orang yang memakan babi akan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Penelitian ilmiah modern di dua negara Timur & Barat, yaitu Cina dan Swedia, menyatakan: “Daging babi merupakan merupakan penyebab utama kanker anus & kolon”. Persentase penderita penyakit ini di negara negara yang penduduknya memakan babi, meningkat secara drastis, terutama di negara-negara Eropa, dan Amerika, serta di negara-negara Asia (seperti Cina dan India). Sementara di negara-negara Islam, persentasenya amat rendah, sekitar 1/1000.
Hasil penelitian ini dipublikasikan pada 1986, dalam Konferensi Tahunan Sedunia tentang Penyakit Alat Pencernaan, yang diadakan di Sao Paulo. Babi banyak mengandung parasit, bakteri, bahkan virus yang berbahaya, sehingga dikatakan sebagai Reservoir Penyakit. Gara-gara babi, virus Avian Influenza jadi ganas. Virus normal AI (Strain H1N1 dan H2N1) tidak akan menular secara langsung ke manusia. Virus AI mati dengan pemanasan 60 ºC lebih-lebih bila dimasak hingga mendidih.
Bila ada babi, maka dalam tubuh babi, Virus AI dapat melakukan mutasi & tingkat virulensinya bisa naik hingga menjadi H5N1. Virus AI Strain H5N1 dapat menular ke manusia. Virus H5N1 ini pada Tahun 1968 menyerang Hongkong dan membunuh 700.000 orang (diberi nama Flu Hongkong).
Daging babi adalah daging yang sangat sulit dicerna karena banyak mengandung lemak. Meskipun empuk dan terlihat begitu enak dan lezat, namun daging babi sulit dicerna. Ibaratnya racun, seperti halnya kholesterol! Selain itu, daging babi menyebabkan banyak penyakit : pengerasan pada urat nadi, naiknya tekanan darah, nyeri dada yang mencekam (angina pectoris) , dan radang pada sendi-sendi.
Sekitar tahun 2001 pernah terjadi para dokter Amerika berhasil mengeluarkan cacing yang berkembang di otak seorang perempuan, setelah beberapa waktu mengalami gangguan kesehatan yang ia rasakan setelah mengkonsumsi makanan khas meksiko yang terkenal berupa daging babi, hamburger (ham = babi, sebab aslinya, hamburger adalah dari daging babi). Sang perempuan menegaskan bahwa dirinya merasa capek-capek (letih) selama 3 pekan setelah makan daging babi.
Telur cacing tsb menempel di dinding usus pada tubuh sang perempuan tersebut, kemudian bergerak bersamaan dengan peredaran darah sampai ke ujungnya, yaitu otak. Dan ketika cacing itu sampai di otak, maka ia menyebabkan sakit yang ringan pada awalnya, hingga akhirnya mati dan tidak bisa keluar darinya. Hal ini menyebabkan dis-fungsi yang sangat keras pada susunan organ di daerah yang mengelilingi cacing itu di otak. Penyakit-penyakit “cacing pita” merupakan penyakit yang sangat berbahaya yang terjadi melalui konsumsi daging babi.
Ia berkembang di bagian usus 12 jari di tubuh manusia, dan beberapa bulan cacing itu akan menjadi dewasa. Jumlah cacing pita bisa mencapai sekitar ”1000 ekor dengan panjang antara 4 – 10 meter”, dan terus hidup di tubuh manusia dan mengeluarkan telurnya melalui BAB (buang air besar).
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. QS. 4 An-Nisaa':82
Subhanallah Walhamdulillah Wallaahu Akbar...
1 lagi bukti...
Islam TERBUKTI BENAR.....
SUMBER:sulaimanb.blogspot.com
Timbulnya penyakit pada umumnya disebabkan karena peredaran darah yang tidak lancar. Pembuluh darah yag menyempit adalah salah satu penyebabnya. Olah raga adalah salah satu jalan untuk meningkatkan kerja jantung yang optimal.
...Jantung akan banyak memompa darah dengan kuat sehingga oksigen bisa menyebar keseluruh bagian tubuh. Aliran darah dapat diibaratkan sebagai aliran sungai. Jika sungai tersebut mengalir dengan lancar, maka air itupun akan bersih, bening, tidak kotor dan bau.
Air yang kotor dan bau merupakan tanda-tanda rendahnya kandungan oksigen didalamnya. Ikanpun sulit untuk hidup dengan normal, bahkan lebih banyak menimbulkan kematian. Lain halnya dengan air yang mengalir, banyak kehidupan didalamnya.
Berbagai macam ikan dan hewan lainnya tumbuh dan berkembang dengan baik. Termasuk juga tumbuh-tumbuhan akan hidup dengan menghijau dan subur. Begitulah dengan darah yang mengalir lancar, akan memberikan kehidupan yang baik bagi tubuh manusia. Sel-sel tubuh akan berkembang, dan sel yang mati akan segera dibuang bersamaan dengan mengalirnya darah.
Itulah salah satu manfaat peredaran darah. Tetapi tahukah Anda bahwa ada bagian syaraf yang berada dalam otak ternyata tidak bisa teraliri oleh darah, kecuali orang tersebut dalam keadaan sujud / shalat. Posisi jantung yang letaknya berada di dada tidak cukup kuat memompa darah untuk sampai keseluruh bagian otak.
Otak berada di atas sedangkan jantung berada dibawah. Posisi sujud yang menempatkan kepala berada dibawah dan jantung berada di atas, membuat darah mengalir dengan deras keseluruh bagian otak. Seperti mobil yang bergerak pada jalan yang menurun, akan melaju dengan cepat walaupun tidak digas.
Begitu pula dengan darah. Mengalir cepat dengan membawa oksigen yang dibutuhkan oleh seluruh bagian tubuh manusia. Inilah salah satu manfaat sujud.
Ternyata Allah memerintahkan shalat bukan hanya sekedar beribadah semata, melainkan untuk kemaslahatan hidup manusia itu sendiri. Menurut Prof Hembing, Jantung hanya mampu memompa darah sebanyak 20% kebagian otak, sedangkan 80% lainnaya hanya dapat dilakukan lewat sujud / shalat.
Dengan demikian seharusnya kita bersyukur kepada Allah, telah diperintahkan shalat. Bukan sebaliknya, malah malas-malasan untuk shalat, bahkan sebagian kaum muslimin ada meninggalkannya sama sekali.
Cobalah renungkan seandainya otak tersebut idak mendapat poasokan oksigen, akibatnya akan fatal. Kemampuan otak akan menurun, daya pikir menjadi lemah. Begitu pula daya ingatan menurun drastic dan cepat lupa. Pada akhirnya urat syaraf menjadi rusak dan mati.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa ada bagian syaraf yang berada dala otak tidak pernah teraliri oleh darah kecuali saat orang tersebut dalam posisi sujud. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Dr. Fidelma O’leary , seorang ahli syaraf dari Amerika yang beragama Kristen.
Dokter tersebut sangat terkagum-kagum terhadap hasil penelitiannya. Aliran darah hanya dapat menyebar keseluruh bagian otak hanya dalam keadaan sujud. Penelitian tersebut akhirnya membuka hatinya untuk mendapat hidayah, yaitu mengakui ketinggian dan kebenaran ajaran Islam. Penlitian tersebut menuntunya masuk Islam.
Inilah salah satu bukti kebesaran dan keagungan Allah melalui ajaran Islam yang mulia. Seluruh ajaran / syariatnya selain dilakukan sebagai bentuk ibadah, juga merupakan berkah dan rahmat untuk kemaslahatan hidup manusia. Shalat yang diperintahkan merupakan anugrah yang amat besar yang harus disyukuri, bukan malah ditolak dengan meninggalkanya.
Shalat menjadikan seseorang menjadi sehat dan segar. Shalat menjadikan otak manusia menjadi luar biasa, cerdas dan kuat. Orang meninggalkan shalat berarti telah merusak pisiknya sendiri.
Orang meninggalkan shalat merarti telah mendzalimi diri sendiri, kerena akan menimbulkan kerusakan yang ditandai dengan munculnya gejala-gejala sperti cepat pusing, sakit kepala, cepat marah dan timbulnya stress. Semoga kita dijadikan sebagai hamba Allah yang mendirikan shalat dengan sabar dan syukur.
Dari :Islam Terbukti Benar
Pertanyaan.
Apa hukum bersiwak ? Apakah waktunya terbatas ?
Jawaban.
Bersiwak itu sunnah dilakukan pada setiap waktu berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : bersiwak itu sebagai pembersih mulut dan diridhai oleh Allah” [Hadits Riwayat Ahmad VI/47,62,124. An-Nasa’i no.5 dan Bukhari menyebutkannya secara ta’liq dalam bab As-Siwak Ar-Ruthbu wa Al-Yabisu Li Ash-Shaim II/682]
Dan hadits dari Amir bin Rubai’ah, dia berkata,
“Artinya : Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (berulang kali) –hingga aku tidak bisa menghitungnya- bersiwak padahal beliau sedang berpuasa” [Hadits Riwayat Ahmad III/445, Abu Dawud no. 2364 dan At-Tirmidzi no. 725 dan Bukhari menyebutkannya secara mu’allaq dalam Bab As-Siwak Ar-Rathbu Wa Al-Yabisu Li Ash-Shaim]
Pertanyaan.
Waktu-waktu kapan sajakah diutamakan bersiwak ? Sebutkan dengan jelas dan sertakan dalil-dalilnya!
Jawaban.
Waktu yang diutamakan untuk bersiwak adalah ketika bangun tidur, ketika berwudhu, ketika hendak masuk rumah, ketika hendak shalat, ketika hendak masuk masjid, ketika bau mulut berubah (tidak sedap) dan ketika hendak membaca Al-Qur’an.
Adapun dalil keutamaan bersiwak ketika bangun tidur adalah berdasarkan hadits Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata.
“Artinya : Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila bangun malam membersihkan mulutnya denga siwak” [Hadits Riwayat Bukhari no.42, 1085, Muslim no. 255. Abu Dawud no.55. An-Nasa’i no. 2, 1622 dan Ibnu Majah no. 286]
Dan hadits dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata.
“Artinya : Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tidur pada malam hari atau siang hari kemudian beliau bangun melainkan beliau pasti gosok gigi terlebih dahulu sebelum berwudhu” [Hadits Riwayat Abu Daud no. 57 dan Lihat Shahih Abu Dawud I/14 no. 51]
Adapun dalil ketika bau mulut berubah tidak sedap adalah karena memang disyariatkannya bersiwak itu untuk menghilangkan bau yang tidak sedap. Adapun dalil ketika hendak wudhu adalah berdasarkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda.
“Artinya : Kalaulah tidak akan memberatkan umtaku, tentulah kuperintahkan kepada mereka supaya gosok gigi pada tiap-tiap berwudhu” [Hadits Riwayat Malik, Ahmad, dan Nasa’i dan telah dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, sedang Imam Bukhari menyebutkan secara ta’liq] [2]
Adapun dalil ketika hendak shalat adalah berdasarkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.
“Artinya : Kalaulah tidak akan memberatkan umatku, tentulah telah diperitahkan kepada mereka supaya bersiwak pada tiap-tiap akan shalat” [Hadits Riwayat Jama’ah] [3]
Adapun dalil ketika hendak masuk masjid dan rumah adalah berdasarkan hadits Al-Miqdad bin Syuraih yang diriwayatkan dari Syuraih, dia berkata, “ Aku bertanya kepada Aisyah, “Apa yang pertama kali dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika telah masuk rumah ?” Aisyah menjawab, ‘Bersiwak’ [Hadits Riwayat Jama’ah kecuali Bukhari dan Tirmidzi] [4]. Dan Masjid lebih utama dari pada rumah.
Oleh
Syaikh Abdul Aziz Muhammad As-Salman
[Disalin dari kitab Al-As’ilah wa Ajwibah Al-Fiqhiyyah Al-Maqrunah bi Al-Adillah Asy-Syar’iyyah jilid I, Disalin ulang dari Majalah Fatawa 04/I/Dzulqa’adah 1423H -2003M]
_________
Foote Note
[1] Asalnya gosok gigi dengan menggunakan kayu siwak (yaitu al-arok). Namun jika tidak ada, maka bisa dengan apa saja yang dapat membersihkan gigi dan mulut seperti sikat dan pasta gigi, sapu tangan dan semisalnya.
[2] Malik I/66. Ahmad II/460 dan lainnya. An-Nasa’i (As-Sunan Al-Kubro) no. 3037, 3043 dan Bukhari secara ta’liq dalam Bab As-Siwak Ar-Rathbu wa Al-Yabisu Li Ash-Shaim.
[3] Bukhari no.847. Muslim no. 252. Abu Daud no. 46. At-Tirmidzi no.23. An-Nasa’i no.7. Ibnu Majah no. 287.
[4] Muslim no. 253. Abu Daud no.51. An-Nasa’i no.8. Ibnu Majah no.290
Sesungguhnya kemaksiatan yang dilakukan seorang hamba akan melahirkan kemaksiatan-kemaksiatan yang lain, sehingga pelakunya susah dan berat meninggalkannya. Sebagian salaf mengatakan: “Sesungguhnya diantara hukuman keburukan adalah terjadinya keburukan setelahnya, dan sesungguhnya di antara pahala kebaikan adalah kebaikan setelahnya”. Jika seorang hamba telah melakukan sebuah kebaikan, maka kebaikan yang berada di dekatnya mengatakan: “Hendaklah engkau mengamalkan aku juga!”. Jika dia telah mengamalkan kebaikan kedua, maka kebaikan ketiga akan mengatakan seperti itu juga , dan begitu seterusnya. Sehingga kebaikan selalu bertambah dan keuntungan berlipat ganda. Sebaliknya, keburukan juga seperti itu. Maka akhirnya ketaatan dan kemaksiatan itu menjadi sifat yang melekat dan keadaan yang tetap ada pada pelakunya. Jika seorang muhsin (orang yang sudah terbiasa berbuat ketaatan dengan sebaik-baiknya) meninggalkan ketaatan-ketaatan, maka jiwanya tertekan, bumi yang luas terasa sempit, dan dia merasa seperti ikan yang meninggalkan air. Sampai dia kembali melaksanakan ketaatan-ketaatan, maka jiwanya akan menjadi tenang dan hatinya menjadi tenteram. Sebaliknya, jika seorang mujrim (orang yang sudah terbiasa melakukan kemaksiatan-kemaksiatan yang besar) meninggalkan kemaksiatan dan menuju ketaatan, maka jiwanya tertekan, dadanya terasa sempit, sampai dia terbiasa melaksanakan ketaatan-ketaatan (Lihat Ad-Da' wa Dawa' karya Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah)
Hal ini diisyaratkan di dalam sebuah hadits Nabi Muhammmad saw dengan sabda Beliau “Hendaklah kamu selalu jujur, karena sesungguhnya jujur itu akan menuntun menuju kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan itu akan menuntun kepada surga. Dan tidaklah seseorang selalu berkata jujur dan berusaha menetapi kejujuran, sampai dia ditulis di sisi Allah swt sebagai orang yang sangat jujur. Dan hendaklah kamu selalu menjauhi dusta, karena sesungguhnya dusta itu akan menuntun menuju kemaksiatan, dan sesungguhnya kemaksiatan itu akan menuntun menuju neraka. Dan tidaklah seseorang selalu berkata dusta dan selalu memilih kedustaan, sampai dia ditulis di sisi Allah swt sebagai orang yang pendusta (HR. Muslim dari 'Abdullah bin Mas'ud)
Oleh karena itu Allah swt melarang kemaksiatan dan sarana-sarananya. Allah swt telah mengharamkan perbuatan-perbuatan keji, baik yang nampak maupun yang tidak nampak.Allah swt juga melarang mendekati perbuatan-perbuatan keji itu dan sebab-sebab yang menghantarkan kepadanya. Semua itu sebagai rahmat-Nya kepada para hamba dan menjaga mereka dari perkara yang membahayakan mereka di dunia dan akhirat.
Diantara perbuatan keji yang telah Allah swt haramkan di dalam Kitab-Nya dan lewat lisan Rasul-Nya adalah zina. Allah swt berfirman yang artinya “Dan janganlah kamu mendekati zina, Sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (Al-Isra:32)
Sarana-sarana yang menghantarkan menuju zina juga diharamkan, seperti wanita keluar rumah memakai parfum, membuka aurat kepada orang lain, berbicara manja kepada laki-laki yang bukan mahram, bersafar tanpa mahram, ikhtilath (campur baur laki-laki dan perempuan), khalwat (laki-laki berduaan dengan wanita yang bukan mahramnya), tabarruj (perbuatan wanita yang memamerkan dandanan dan perhiasan), mengumbar pandangan kepada wanita yang bukan mahram, dan lain-lain.
Ketika larangan Allah swt diterjang, maka apakah yang terjadi? Kemaksiatan berantai membelenggu sang pelaku. Akhirnya berujung kepada zina. Ketika si wanita telah hamil karena zina, aborsi ditempuh sebagai solusi. Dengan banyaknya perzinaan, maka aborsi juga semakin meningkat pesat. Padahal di dalam perbuatan aborsi terdapat berbagai bahaya dan pelanggaran syariat yang dilakukan. Maka perlu ada usaha bersama untuk membendung perilaku menyimpang dari agama ini, sehingga harapan mearaih kebahagiaan dunia dan akhirat bisa diraih oleh umat ini dengan ridha ilahi.
Diambil dari Majalah As-Sunnah, Jumadil Tsani 1430/Juni 2009
Apakah hidup itu? Keberadaan manusia di dunia ini dan penciptaan seluruh alam semesta ini bukan secara kebetulan atau hasil alam secara kebetulan saja. Alam semesta ini, setiap atom yang tunggal menunjukkan dan menuntun kita kepada cinta yang sesungguhnya, kemurahan hati, dan kekuatan sang pencipta. Tanpa adanya pencipta, tidak ada sesuatu pun yang bisa eksis. Setiap jiwa itu mengetahui bahwa keberadaannya itu tergantung kepada Sang Pencipta. Dia tahu dengan pasti bahwa dia tidak dapat menciptakan dirinya sendiri. Oleh karena itu, menjadi kewajibannya untuk mengetahui Tuannya yaitu Sang Pencipta.
MANUSIA: Manusia adalah makhluk yang unik. Tuhan memberikan manusia kemampuan untuk memerintah semua makhlukyang lain di dunia ini. Dia membantu dengan memberi kemampuan mempertimbangkan yang lengkap dibandingkan dengan binatang. Dengan kemampuan untuk melihat dan membedakan, manusia diberi kebebasan sendiri untuk memilih jalan hidup yang pantas bagi kedudukannya, apakah dia jatuh lebih rendah daripada binatang atau ciptaan yang lain. Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan diberi pilihan untuk mengerjakan perbuatan yang pantas atau memperturutkan hatinya yang menuju ke limbah dosa.
PETUNJUK TUHAN : Sang Pencipta, di luar dari cinta-Nya yang berlimpah dan kemurahan-Nya untuk manusia, tidak meninggalkan kita dalam kegelapan untuk mengetahui garis kebenaran dengan mencoba dan bersalah sendiri. Berhubungan dengan kemampuan intelektual kita untuk mempertimbangkan, Pencipta kita memberikan kita petunjuk ketuhanan bahwa garis besar kriteria kebenaran, ilmu pengetahuan, dan realitas keberadaan kita di dunia dan di akhirat.
WAHYU : Dari awal manusia, Sang Pencipta kita mengutus nabi untuk menyampaikan wahyu-Nya dan mengajak manusia untuk mengikuti garis perdamaian yang benar dan taat kepada Tuhan yang satu. Inilah Islam. Inilah pesan yang disampaikan untuk generasi manusia yang berturut-turut melalui nabi yang berbeda beda, untuk mengajak seluruh umat manusia kepada garis edar yang sama. Akan tetapi seluruh pesan yang awal atau wahyu dari Allah itu diubah oleh orang¬orang generasi setelahnya.
Sebagai hasilnya, wahyu yang suci yang berasal dari Sang Pencipta itu dicampuri dan dikotori dengan cerita yang dibuat-buat, takhayul, menyembah berhala dan ideologi fllosofis yang tidak rasional. Agama Allah dalam pengertian hilang dalam agama yang berlebihan. Sejarah manusia adalah sebuah perjanjian dari penyimpangan manusia antara terang dan kegelapan, tetapi Allah di luar cinta-Nya yang melimpah untuk manusia tidak mengabaikan kita.
WAHYU TERAKHIR: Ketika manusia berada dalam masa kegelapan, Pencipta kita mengutus Rasul-Nya yang terakhir, Nabi Muhammad SAW untuk menyelamatkan manusia dengan wahyu yang terakhir sebagai sumber petunjuk terakhir dan permanen untuk seluruh dunia.
KRITERIA KEBENARAN: Kriteria berikut dapat paling berguna sebagaimana ukuran untuk mengetahui wahyu terakhir yang autentik (al-Quran) sebagaimana firman Allah SWT:
1. Ajaran yang rasional: Karena Pencipta kita memberikan pertimbangan dan intelektual kepada kita, inilah kewajiban kita menggunakannya untuk membedakan kebenaran dari kebohongan. Sungguh, wahyu itu dari Allah, pasti rasional, dan dapat dirundingkan tanpa ada pikiran yang memihak.
2. Kesempurnaan: Karena Pencipta kita itu sempurna, wahyu-Nya pasti sempurna dan akurat, bebas dari kesalahan, kelalaian, penambahan/interpolasi dan versi yang bermacam-macam. Pasti bebas dari kontradiksi dalam penyampaiannya.
3. Tidak ada cerita yang dibuat-buat atau takhayul: Wahyu yang benar bebas dari cerita yang dibuat¬buat atau takhayul yang menurunkan martabat Sang Pencipta atau diri manusia.
4. Ilmiah: Karena Sang Pendpta kita adalah Pencipta seluruh ilmu pengetahuan, wahyu yang benar pastl ilmiah dan dapat bertahan terhadap tantangan ilmu pengetahuan di setiap saat.
5. Ramalan yang berdasarkan fakta: Karena Pendpta kita lebih tahu masa lalu, sekarang, dan masa yang akan datang, maka ramalan-Nya dalam wahyu¬Nya dimasukkan sebagai ramalan.
6. Tidak dapat ditiru manusia: Wahyu yang benar adalah sempurna dan tidak dapat ditiru manusia. Wahyu Allah yang benar adalah keajaiban yang hidup, sebuah kitab yang membuka tantangan manusia untuk melihat dan membuktikan kepada diri mereka sendiri keautentikannya / keasliannya atau ketelitiannya.
Sumber: -Bukti Kebenaran Quran / oleh Abdullah M. al-Rehaili. - Yogyakarta: Tajidu Press, 2003
Otak Besar
Allah berfirman di dalam al-Quran tentang salah satu kejahatan orang kafir yang melarang Nabi Muhammad SAW untuk shalat di Ka'bah:
"Ketabuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubun-nya, (yaitu ) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka. "
(QS al -Alaq : 15 -16)
Mengapa al-Quran menggambarkan bagian depan kepala sebagai pembohongan dan perbuatan dosa? Mengapa al-Quran tidak mengatakan bahwa seseorang itu berbohong dan melakukan dosa? Apakah ada hubungannya antara bagian depan kepala dan kebohongan dan perbuatan penuh dosa?
Jika kita melihat tengkorak bagian depan kepala, kita akan mendapatkan atau menemukan daerah prefrantal pada otak besar. Apa yang fisiologi katakan kepada kita tentang fungsi daerah ini? Sebuah buku yang berjudul Essentials of Anatomy Physiology menyatakan tentang daerah ini: "Motivasi dan tinjauan ke masa depan untuk merencanakan dan memulai atau memprakarsai pergerakan yang terjadi di bagian depan dari cuping garis depan, daerah prefrantal. Ini adalah daerah dari gabungan atau kumpulan kulit otak." Buku ini juga menyatakan: "Dalam hubungannya dengan keterlibatannya di dalam motivasi daerah prefrantal juga dipikir untuk dijadikan pusat fungsi untuk penyerangan."
Sehingga daerah otak besar ini bertanggung jawab untuk merencanakan, memotivasi, dan memulai perbuatan baik maupun buruk dan bertanggung jawab untuk menceritakan kebohongan dan mengatakan kebenaran. Oleh karena itu, sangat tepat menggambarkan bagian depan kepala sebagai kebohongan dan perbuatan penuh dosa ketika seseorang berbohong atau melakukan sebuah dosa sebagaimana yang ada di dalam al-Quran surat al-Alaq : 15-16. Para ilmuwan hanya menemukan fungsi daerah prefrantal ini pada 60 tahun terakhir, menurut Profesor Keith Moore.1)
1). Inilah contoh pengarang yang memberikan penafsiran dari tetes al-Quran yang mungkin terihat ada perbedaan yang tekenal dan disetujui atas arti atau maksud itu dan Allah mengizinkanNya. Intepretasi yang didasarkan pada pandangan ilmu eksak sangatlah tepat. Arti sebenamya dari ayat ini adalah sebuah kemarahan dari kebohongan dan kekejaman yang bertubi-tubi terhadap Nabi Muhammad SAW oleh pamannya Abu Jahal. Jidatnya akan dihitamkan pada saat hari kebangkitan sebagai balasan terhadap kata-kata dan perbuatan jahatnya (Tafsir Ibu Katsir).
Sumber: -Bukti Kebenaran Quran / oleh Abdullah M. al-Rehaili. - Yogyakarta: Tajidu Press, 2003
-pakdedono.com